Tulisan
ini terinspirasi dari obrolan saya dengan sahabat saya beberapa waktu yang
lalu. Sahabat saya ini bekerja di poli fisioterapi rumah sakit milik pemda
Ponorogo. Dia cerita tentang salah satu rekan kerjanya yang dalam satu hari bisa
dapat pasien visit 3 kali lebih banyak darinya.
Pasien
visit itu pasien yang perawatannya dilakukan di rumah. Jadi, setelah jam
kerja di rumah sakit selesai, para pegawai rumah sakit bisa cari tambahan
dengan melakukan visit ke rumah pasien yang minta diterapi atau dirawat di
rumah.
Singkat
cerita, sahabat saya ini penasaran. Kenapa banyak orang yang ingin diterapi
rekannya ini. Untuk lebih gampangnya, kita sebut saja si rekan kerja ini Mawar
si A.
Dari
segi profesionalitas in shaa Allah sahabat saya tidak kalah. Sama-sama disiplin
dan bagus etos kerjanya. Namun memang
dari segi masa kerja, A bisa dibilang
golongan senior yang pengalamannya tentu saja lebih banyak darinya yang baru
beberapa tahun bekerja.
Di
sisi lain, bila dilihat dari ketelatenannya, sahabat saya bilang dia dia tidak jelek. Bahkan menurutnya, dia lebih telaten. Dalam latihan fisik misalnya,
jika waktu yang dibutuhkan satu jam, maka satu jam itu sahabat saya akan
melakukan terapi fisik yang dibutuhkan. Dan itu juga sudah diakui oleh beberapa
pasien visit-nya. Sementara A melakukan hal yang sama sekitar 30 menit
saja. Selebihnya memberi instruksi ke pasien untuk latihan ini dan itu sendiri
setelah diterapi.
Saking
penasarannya, sahabat saya ini memberanikan diri bertanya resep yang dimiliki A
ini. Untungnya, A termasuk orang yang tidak pelit ilmu dan pelit resep :D.
Nasihat
dari A sederhana saja tapi cukup makjleb dan bikin mikir. Apa katanya?
“Jadilah
seorang fisioterapis yang dirindukan pasien”.
Caranya?
Jalinlah
komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya. Yang paling utama tentu
pasiennya.
A kemudian
bercerita, dia suka ngajak pasiennya ngobrol dan guyon. Dan itu menjadi
kuncinya. Pasien tidak suka hanya dilatih meski secara prosedural latihannya
benar. Pasien butuh lebih dari itu: komunikasi yang baik dan motivasi.
Jadi,
latihan fisik 30 menit cukup. Setelah itu, beri instruksi latihan yang bisa
dilakukan pasien sendiri. Selebihnya, ajak pasien ngobrol tentang hal-hal yang
disukai dan membuatnya semangat. Karena obat paling mujarab bukan resep dokter,
tapi motivasi dan hal-hal yang membuat bahagia. Yang perlu digaris bawahi, TIDAK BOLEH
TERKESAN MENGGURUI.
Dan
itu terbukti.
Suatu
hari, karena A mengalami kecelakaan, sahabat saya diminta menggantikannya visit
ke pasien selama beberapa kali. Si pasien seorang laki-laki sepuh dan
mengalami stroke. Begitu A
sembuh, pasien minta A yang melatih kembali.
Kenapa?
Istri
pasien tersebut bilang ke sahabat saya, kalau Bapak (suaminya) lebih senang
diterapi A. Bukan berarti sahabat saya tidak bagus cara terapinya. Bahkan si
ibu ini mengakui sahabat saya jauh lebih telaten untuk urusan latihan fisik.
Tap
Bapak merasa lebih sreg dengan si A. Hal ini bisa dimengerti karena latihan
fisiknya banyak skin to skin. Terapis harus menopang dan memegang tubuh
pasien. Karena sahabat saya perempuan, si pasien tidak terlalu lepas menjalani terapi.
Selain
karena sama-sama lelaki, A juga pintar ngajak ngobrol Bapak. Dan itu membuat
Bapak senang sekaligus nyaman, begitu kira-kira yang dibilang si ibu itu.
A juga
menambahkan, bila kita sudah bisa mengambil hati dan dirindukan orang, in shaa
Allah kita tetap akan dicari dan ditunggu meski ada pengganti. Karena orang itu telah menaruh kepercayaan besar ke kita. Jadi wajar, bila A bisa dapat pasien lebih banyak dari sahabat saya.
Dari
sharing pengalaman A tadi, saya dan sahabat saya kemudian sepakat untuk punya
satu tekat yang sama: harus menjadi orang yang dirindukan apapun profesinya.
Bukan hanya dari etos kerja, tapi juga cara berkomunikasi dan sikap kita. Tentu
saja semua harus dilakukan dengan tulus. Karena ketulusan itu meski tidak
terlihat bisa terasa. Dan bila sudah menjadi orang yang dirindukan dan dipercaya, hanya menjaga kepercayaan itu.
Satu
pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman A: ilmu yang tinggi tidak akan
punya arti bila kemampuan berkomunikasi dan attitude-nya NOL. Karena bagaimanapun,
manusia tetap menjadi objek dari ilmu dan profesi kita.
Jadi,
sudahkah teman-teman menjadi orang yang dirindukan?
Yuuk
belajar untuk itu ^_^.
Nice post maksist...
BalasHapusKomunikasi dan attitude adalah hal yang mahal tetapi sering kali dianggap murah, untuk profesi-profesi medis, kedua hal itu adalah support utama terhadap proses kesembuhan pasien.
Menjadi orang yang dirindukan jelas tidak mudah, tapi wajib diusahakan.^^
Makacih Maksist ^_^
HapusYup, bukan cuma di wilayah medis saja. Semua profesi butuh dua hal itu.
belajarin desaignya dong bund :)
HapusHehehe, sy juga masih gaptek soal desain Mbak. Ini utak atik poto ajah pake photo editor XD
HapusHmm...jadi musahabah diri sendiri :)
BalasHapusIya Mak, sy juga jadi nengok diri sendiri. Sdh seperti A belum ya. Ternyata masih jauh huhu :)
Hapusketrampilan berkomunikasi itu keahlian yg mahal harganya ya mbak.
BalasHapussalut sama si A tadi. biasanya kaum adam ga suka bicara heart to heart lho.
Bener Mbak Diah.
HapusTapi emang menurut temen saya ini orang asyik. Ke yg muda bisa ngemong, ke yg lebih sepuh bisa jadi teman.
Intinya: berusaha yuk, agar orang-orang disekitar merasa kehilangan klo kita nggak ada di dekat mereka....
BalasHapusYuuukkk Mak Sulis ^_^
HapusDuh lama juga aku nggak dolan kesini.
BalasHapusBerusaha sebisa mungkin memberi manfaat pada orang di sekeliling kita ya Vhoy, sekecil apapun kalo bisa bikin orang senang, bakal berkah.
Setuju Bunda ^_^
HapusAda yang merindukan saya nggak ya hihihi. Kalau saya mungkin nggak cocok jadi terapis begitu. Soalnya agak introvert dan sungkanan hehe jadi ga bisa terlalu cepat dekat dgn orang.
BalasHapusHehe, sy pada dasarnya introvert juga Mak. Tdk bisa open tentang diri sy. Tp sejak ngajar anak2, sy dituntut harus banyak bicara sama mereka, banyak tanya meski tentang hal2 yg (menurut sy) ga penting. Trus srg ketemu dan konfirm perkembangan ke ortu mereka, akhirnya lama kelamaan ternyata bisa juga sy ngobrol sama orang hihi! Mak Heni pasti juga bisa. Practice makes perfect ^_^
HapusWah, terima kasih sudah diingatkan, Mbak. Saya masih belajar nih ...
BalasHapusSama2 Mbak. Ini juga pengingat buat sy yg masih belajar juga hehe
HapusSemoga saya juga jadi orang yang dirindukan, bukan disebelin kalau ada atau disukurin kalau ga ada. iih.... amit-amit, ya.
BalasHapusAamiin, saya ikutan berdoa juga aahh ^_^
Hapusiyaaaaaaaaaaaa bener... kalau nyenengin pasti mintanya sama itu lagi...saya juga gitu... :")
BalasHapusPengalaman ya Mak ^_^
HapusMemang bahagia rasanya jika jadi orang yang dirindukan...
BalasHapusYup Mak. Pasti Mak Rahma termasuk orang itu ^_^
HapusWah susah nih jd orang yg dirindukan.. paling anak2 dan suami aja yg rindu :D
BalasHapusMak Lelya termasuk orang yg dirindukan kok, termasuk dirindukan tulisan2nya :)
Hapuswah.. aku dirindukan gak ya mak?? hehe... menjalin komunikasi yang enjoy dan menyenangkan kayak gitu tuh susah banget loh bagi beberapa orang... Karena gak semua orang bisa membuat enjoy orang lain, membuat orang lain senyum dan bahagia :)))
BalasHapusIya Mak. Aq jg termasuk yg krg bisa komunikasi. Jadi belajar trus ini hihihi
HapusSelain ketrampilan komunikasi, pastinya si A bicara ihlas (pakai hati), jadi sampainya jg ke hati.
BalasHapusSuka bacanya...makasih yah sudah dishare..
BalasHapusaku sudah belum ya? atau jangan2 gak ada yg merindukanku #hiks
BalasHapus