Kamis, 15 Oktober 2015

The Freedom Writers: Inspirasi untuk Para Pendidik


Dari sekian banyak film yang saya simpan di laptop, ada salah satu judul yang tiga tahun terakhir masih setia nongkrong di folder movies: The Freedom Writers. Dibintangi oleh Hilary Swank, ini adalah sebuah film inspiratif yang bercerita tentang perjuangan seorang guru dalam mengajar dan mendidik anak-anak ‘spesial’ yang akhirnya benar-benar menjadi orang spesial.
 
Hilary Swank; pemeran Erin Gruwell
Adalah seorang Erin Gruwell, perempuan cantik berpendidikan tinggi yang melamar bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di salah satu sekolah di sebuah kawasan bernama Long Beach, di Amerika Serikat.  Dia ditempatkan di kelas 203. Sebuah kelas yang paling tidak diminati oleh semua guru karena dianggap kelas paling bermasalah di sekolah.

Kamis, 08 Oktober 2015

Menaklukkan Siswa dengan Senyum Tulus Khalisa


Mengajari anak era sekarang gampang-gampang susah. Selain itu, cara penanganannya juga harus berbeda dari anak di era saya. Itu menurut saya.

Di jaman saya, ketika guru bilang A, maka siswa akan manut. Dikerasi sedikit, siswa tambah menurut. Hampir tidak ada siswa yang berani atau suka membantah sang guru. Semua hormat dan patuh pada guru, karena memang demikianlah seharusnya.

Tapi, hal itu sepertinya tidak berlaku untuk anak sekarang. Seperti pengalaman pribadi saya. Mengajar anak sekarang –terutama anak SD- butuh stok sabar berlapis-lapis. Berapa lapis? Ratusan :D.

Yups. Sabar mutlak diperlukan karena sebagian besar anak adalah golongan aktif bahkan hiperaktif –dalam arti banyak gerak kesana kemari. Saat pelajaran berlangsung, ada yang lari sana sini, ada yang ngajak ngobrol temannya. Tak sedikit yang bikin gaduh kelas atau jahilin temannya. Padahal ini kelas les, bukan kelas di sekolah. Siswanya juga relatif lebih sedikit; sekitar 10 anak. Tapi sekali bikin gaduh, luar biasa ramainya.

Kalau dikerasi sedikit saja, maka imbasnya kemana-mana. Yang ekstrim, si anak bisa mogok les hingga dapat komplain dari orang tua. Padahal yang saya lakukan untuk kebaikan si anak *hicks.

Bila stok sabar menipis, bisa-bisa stres dan senewen sendiri menghadapi anak-anak yang luar biasa itu. Makanya, saya sering mensugesti diri sendiri; sabar, sabar, dan sabar. Anggap saja latihan menghadapi anak, sebelum menikah dan punya banyak anak hehehe!

Selain stok sabar yang banyak, saat mengajar saya juga harus banyak senyum. Saat menyambut anak yang datang, menyapa mereka, atau sekedar mengajak ngobrol ringan, juga ketika menjelaskan materi, senyum maut harus saya pasang XD. Terbukti ini cukup ampuh untuk membuat mereka –terutama anak baru- mau membuka mulut menjawab sapaan atau pertanyaan saya.

Bukan senyum sembarang senyum, tapi harus senyum yang tulus. Karena bagaimanapun, anak-anak adalah makhluk yang polos. Mereka makhluk yang cukup peka, termasuk urusan ketulusan. Mereka bisa membedakan dan merasakan mana yang tulus mana yang tidak. 

Dengan memberi senyum yang tulus, ternyata bisa membuat anak nyaman dengan saya. Feed back mereka juga positif. Bila sudah begitu, in shaa Allah proses belajar juga lebih nyaman.

Untuk memberi senyum tulus buat anak-anak, saya cukup terbantu oleh Khalisa Lip Care. Sudah tahu Khalisa Lip Care, kan? Khalisa Lip Care ini produk lip care yang nyaman dipakai untuk melembabkan bibir.
 
Empat varian Khalisa Lip Care (sumber gambar dari sini)
Kulit bibir saya termasuk golongan kering dan gampang sekali mengelupas, terutama saat musim kemarau seperti ini. Sangat tidak nyaman rasanya bila kulit bibir mulai mengelupas. Makanya saya butuh lip care yang bisa memberi kelembaban maksimal sepanjang hari. Apalagi aktifitas saya sehari-hari sering bertemu orang dan anak-anak. Jadi, selain penampilan, bibir harus selalu fresh untuk bisa tersenyum dengan maksimal :D. Dan saya menemukan solusinya pada Khalisa Lip Care.

Khalisa Lip Care memiliki kandungan bahan utama alami seperti beeswax, shea butter, dan olive oil. Beeswax sendiri merupakan lilin alami yang diambil sarang lebah. Sementara shea butter adalah ekstrak lemak alami dari pohon shea. Kalau olive oil pasti sudah banyak yang tahu: minyak zaitun yang tersohor akan manfaatnya yang luar biasa. Ketiga bahan alami ini bersinergi untuk menjaga kelembaban dan kecantikan bibir agar senantiasa lembut dan halus.

Khalisa Lip Care juga diperkaya Vitamin E tinggi yang dikenal sebagai antioksidan alami. Oleh karenanya, Lip Care produk dari Rohto ini bisa memberikan kelembaban yang intensif, terutama untuk bibir yang kering seperti punya saya.

Selain itu, kandungan SPF-nya juga tidak sedikit, yakni 25. Ngomongin SPF pasti banyak perempuan tahu ya. Produk kosmetik berkualitas mengandung SPF untuk melindungi kulit dari sinar Ultra Violet. Untuk Khalisa Lip Care, SPF 25 ini sangat membantu untuk melindungi warna alami bibir. Sehingga bila mengaplikasikannya tiap hari, warna alami bibir akan selalu terjaga.

Satu hal lagi dan yang paling penting bagi muslimah seperti saya: kehalalannya. Halal bagi umat Islam bukan hanya soal makanan saja. Semua aspek kehidupan harus berasal dari yang halal, termasuk soal kosmetik. Jadi, bersyukurlah saya sebagai muslimah. Karena Khalisa Lip Care ini sudah mendapat sertifikat halal dari MUI. Artinya, tidak ada rasa kekhawatiran untuk memakainya sehari-hari.

Khalisa Lip Care ini punya 4 varian: Peach Caramel, Pink Bubblegum, Pure Vanilla Honey, dan Red Cherry Peppermint.
 
Khalisa Lip Care Peach Caramel
 
Pilihan saya :)
Dari keempat varian ini, saya suka memakai Peach Caramel dengan wangi karamel. Warnanya kalem dan sesuai warna bibir. Jadi, ketika memakai Khalisa Lip Care varian ini, bibir saya tampak lembab alami.

Berkat Khalisa Lip Care, kesehatan dan kelembaban bibir terjaga, terjamin pula kehalalannya. Dengan bibir yang sehat dan lembab alami ala Khalisa Lip Care, saya jadi lebih mudah tersenyum terutama ke anak-anak les saya. Senyum tulus ala Khalisa membantu saya menaklukkan siswa :).

Jadi, Sahabat mau memberi senyum tulus ke orang-orang sekitar? Jangan lupa, pakai Khalisa Lip Care dulu ya ^_^.  

*************************************
Tulisan ini diikutsertakan dalam Khalisa Blog Competition 
 

post signature

Senin, 05 Oktober 2015

Piknik itu Penting Biar Otak Tidak Keriting


Sebelum mengajar freelance  seperti sekarang, saya pernah bekerja full time di sebuah bimbel. Jam kerjanya mulai dari jam 1 siang hingga setengah 8 malam. Sementara paginya, saya siaran di sebuah radio. Berangkat habis subuh, selesai jam 9.

Selama bekerja di dua tempat itu, praktis saya jarang menyaksikan matahari terbit dan tenggelam. Kalaupun menikmati sunset, itu pun setelah kelas selesai setengah 6. Ada sedikit waktu istirahat menjelang maghrib. Saya dan beberapa teman nongkrong di depan kantor. Tapi sekali lagi itu jarang kami lakukan. Karena setengah 6 sore, biasanya ketemu orang tua siswa untuk konsultasi dan konfirmasi perkembangan siswa sembari menjemput anak mereka.

Makanya, kalau hari Minggu tiba, saya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk sekedar me-refresh otak supaya semangat di awal pekan berikutnya.  

Hal yang suka saya lakukan dulu adalah ngadem di Telaga Ngebel. Telaga ini adalah ikon wisatanya Ponorogo yang berada di kawasan Gunung Wilis. Sekitar 40 menit perjalanan dari pusat kota. Harga tiket masuknya cukup murah, Rp. 4.000,- saja.
 
Telaga Ngebel (dok. pribadi)
Biasanya, saya kesana dengan salah satu sahabat saya, Lia. Kadang setiap Minggu, kadang dua minggu sekali atau sebulan sekali tergantung kondisi kantong dan kepenatan otak :D.

Pernah juga rombongan dengan beberapa teman lainnya. Seperti foto di bawah ini. Foto ini diambil ketika kami memanfaatkan libur Natal. Meski libur sehari, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bukan?
 
Ngopi cantik di pinggir Telaga Ngebel :D
Di Ngebel ngapain aja?

Sebenarnya banyak yang bisa dinikmati di Ngebel. Selain ngadem, Ngebel juga terkenal dengan kulinernya; ikan nila (bakar/goreng) dan sego tiwul goreng. Ada juga permainan flying fox.

Tapi kami tidak ngapa-ngapain :D. Maklum, kantong lagi tipis. Hanya nongkrong cantik menikmati pemandangan di pinggir telaga sembari menikmati secangkir kopi yang dipesan di warung lesehan. Ngobrol ngalor ngidul nggak jelas sambil nyemil gorengan atau makan pentol. Pentol adalah sebutan cilok di sini. Disebut seperti itu karena bentuknya bulat seperti pentol bakso :D.

Cantik kan pemandangan Ngebel? Kapan-kapan saya cerita lebih detail lagi tentang telaga indah ini.

Puas menikmati pemandangan telaga, kami pulang. Meski hanya sekitar dua jam, bagi kami sudah cukup untuk mengembalikan semangat dan energi.

Buat saya, piknik itu penting. Kenapa? Salah satunya ya seperti judul tulisan ini. supaya otak tidak keriting,. Bayangkan, otak sudah kerja berhari-hari. Tegang dengan deadline dan tugas-tugas. Juga friksi-friksi yang kadang muncul di kantor dan bikin capek hati *tjurhat :P. Setidaknya, dengan piknik, kita memberi haknya sekedar untuk rehat sejenak. Habis rehat plus piknik, otak bisa lurus kembali hehehe!

Kalau orang kurang piknik? Bisa terlihat dari gelagatnya: sering sewot, senewen, iri dengan orang lain, plus marah-marah nggak jelas karena otak bukan lagi keriting, tapi sudah kruwel-kruwel hahaha!

Dan piknik tidak harus mahal. Seperti yang saya dan teman-teman saya lakukan di atas. Ngopi dan ngemil di pinggir telaga plus tiket masuk tidak lebih dari Rp. 15.000,- per orang. Sudah dapat menikmati lukisan alam luar biasa sepuasnya. Kalau mau kulineran, ya dananya lebih dari itu hehehe!

Biar murah tapi efeknya tidak murah: stok semangat kerja buat esok hari.

Ngadem di daerah pegunungan seperti Telaga Ngebel memang bikin badan dan pikiran nyaman. Selain Telaga Ngebel, sebenarnya dari dulu saya ingin liburan ke Bogor, tepatnya ke daerah Puncak yang terkenal itu. Sama-sama daerah berhawa dingin tapi sensasinya pasti beda. Karena Pundak jauh lebih terkenal dari Ngebel :D. 

Selain itu, mumpung di Bogor, bolehlah mengunjungi Istana Bogor yang selama ini hanya bisa saya lihat di gambar atau TV. Plus tidak lupa ke Kebun Raya Bogor yang tersohor itu. Mudah-mudahan suatu saat nanti bisa terwujud liburan ke Bogor, aamiin.

 **********************************************
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Piknik itu Penting

post signature

Sabtu, 03 Oktober 2015

Ingin Beasiswa Belajar Fashion? Di Sini Ada!


Sahabat, pernah nggak bertanya, kenapa baju rancangan desainer jauh lebih mahal dibanding penjahit biasa?

Saya pernah punya pertanyaan seperti itu. Dan saya dapat salah satu jawabannya ketika kakak perempuan sahabat saya ingin sekolah fesyen tapi gagal.