Menjadi buruh migran bisa jadi bukan
impian. Tapi keadaan membuat seseorang memutuskan untuk mengubur impian masa
muda demi keluarga. Dan itu dialami salah satu sahabat saya yang saya temui secara
tak sengaja. Oh ya, seperti yang pernah saya ceritakan di sini, dulu saya pernah
bekerja di radio. Di sinilah takdir mempertemukan saya dengan sahabat lama saya
itu.
Ceritanya, siang itu saya buru-buru
keluar dari kantor studio untuk bersiap-siap mengajar. Dengan sedikit berlari saya
menuju ke parkiran. Sambil lalu saya menyapa mbak-mbak petugas piket. Tapi tiba-tiba langkah saya dihentikan
oleh sebuah suara yang memanggil-manggil nama saya.
Sambil tolah toleh, saya cari sumber
suara tadi. Sepertinya berasal dari meja piket. Tapi siapa yang memanggil
ya? tanya saya dalam hati sembari mendekati meja piket. Saya lihat di sana
ada 2 orang perempuan berseragam putih. Sejurus kemudian salah satu di
antaranya berjalan mendekat.
“Mbak, masih inget aku nggak?” tanya
perempuan itu. Saya berpikir keras mencoba mengingat-ingat seraut wajah yang
ada di depan saya. Sepertinya memang pernah ketemu, tapi di mana ya?
“Temenmu pas SMP, Heni”, katanya
menyebut namanya.
“Heni?” ulang saya.
Oh, ya. Sekarang baru saya ingat.
Langsung kami berpelukan melepas rindu. Cukup lama kami tidak ketemu. Lulus
SMP, masing-masing melanjutkan ke sekolah yang berbeda. Sejak itu praktis kami tidak pernah ketemu.
Dulu kami sekelas di kelas satu. Tapi
tunggu, dulu badannya nggak sekurus ini, saya membatin. Terus, kenapa
dia di sini? Pakai seragam piket pula. Jangan-jangan…, saya membatin lagi.
“ Gimana kabarnya?” tanya saya setelah
kami heboh berpelukan.
“Sehat. Kamu gimana?” dia balik bertanya.
“Alhamdulillah, sehat juga”.
“Mau berangkat kemana?” tanya saya
kemudian.
“Ke Hong Kong,” jawabnya.
Gambar dari sini |
Berarti benar dugaan saya. Dia di sini
karena mau kerja di luar negeri. Bos di tempat saya on air punya beberapa lini
bisnis, di antaranya radio dan PJTKI khusus wanita yang kantornya dalam satu
gedung. Kantor radio di lantai atas, sedang PJTKI di lantai bawah. Setiap calon
TKI mendapat tugas piket kantor melayani keperluan orang kantor, baik yang di
radio maupun di PJTKI.
“Kok aku nggak pernah lihat kamu,”
ujar saya.
“Iya. Aku baru seminggu di sini. Baru
hari ini dapet tugas piket,”
“Udah nikah?” tanyanya tiba-tiba.
“Belum. Kamu?” jawab saya sambil balik
tanya.
“Hehe! Belum juga. Aku baru pulang
dari Singapura,” jawabnya.
“Gunik anaknya udah tiga lho,”
lanjutnya bercerita tentang salah satu teman kami yang juga tetangganya.
“Kamu cari duit terus sih,” canda saya.
Dia terkekeh.
“Adikku banyak, say”, ujarnya.
Satu pernyataan yang membuat saya tahu
alasan dia kerja hingga ke negeri orang. Kemudian dia cerita, sebelumnya dia
kerja di Arab Saudi selama 6 tahun. Pulang ke Indonesia sebentar kemudian
berangkat lagi ke Singapura. Dan sekarang, dia di sini, di tempat saya kerja,
dia sedang dalam penampungan untuk persiapan kerja ke Hong Kong demi membantu
keluarganya, menyekolahkan adik-adiknya. Jadi, selepas SMA, dia langsung kerja
ke luar negeri. Sungguh satu perjuangan yang membuat saya angkat topi dengan
semangat kerjanya.
Setelah ngobrol beberapa saat dan
bertukar nomer hape, saya pamit karena akan mengajar. Sepanjang perjalanan, saya
mencoba merekonstruksi kenangan-kenangan masa SMP. Kenangan ketika kami sekelas
dulu. Heni termasuk anak pendiam. Tapi saya sungguh tidak menyangka dia punya
tekat sekuat itu untuk meraup dolar di negeri orang.
Dan sepanjang perjalanan itu terasa
ada yang mengiris hati saya. Ada kesedihan yang tiba-tiba menjalar memenuhi
rongga dada. Sungguh suatu ironi antara keadaan saya dan keadaannya. Dulu, pada
saat saya sedang menikmati peran saya sebagai mahasiswa yang jauh dari orang
tua, Heni juga sama, jauh dari orang tua. Tapi dengan kondisi yang sangat
berbeda. Dia sedang berjuang di negeri orang, mendulang rezeki demi
keluarganya.
Bukan, bukan saya meremehkan
pekerjaannya menjadi tenaga kerja di luar negeri. Justru saya salut sekali
dengan apa yang dia lakukan. Saya hanya merasa sedih. Sedih karena teman saya
harus melakoni peran yang cukup berat, menjadi tulang punggung keluarga ketika
seharusnya dia menikmati masa-masa mudanya. Bahkan bertahun-tahun lamanya.
Heni adalah potret nyata keadaan
sosial negeri saya. Dan bisa jadi Heni bukan satu-satunya teman saya yang harus
merelakan waktunya untuk bekerja keras demi kelangsungan hidup keluarganya.
Karena memang sepertinya kerja ke luar negeri masih menjadi jalan paling gampang
untuk meraup rupiah sebanyak-banyaknya meski dengan resiko yang tidak sedikit.
Di sisi lain saya bersyukur sekali.
Petemuan dengan sahabat lama saya ini membuka mata saya, bahwa saya memang
harus banyak-banyak bersyukur dengan segala hal yang Allah berikan pada saya. Bahwa keadaan saya, bagaimanapun, jauh lebih
baik dari dia. Saya tidak perlu kerja ke luar negeri, membanting tulang
membantu perekonomian keluarga.
Pada akhirnya, saya hanya bisa berdoa mudah-mudahan Heni dan Heni-Heni lainnya dapat menjalankan misi mulianya dengan sebaik-baiknya, tanpa hambatan. Serta kembali ke tanah air dengan selamat dan dengan hasil gemilang, aamiin.
Aamiin, moga doa dan harapan keluarga di tanah air menjaga para buruh migran ini ya. suka sedih kalo baca berita tentang mereka yang bernasib buruk.
BalasHapusAamiin.
HapusBener banget Bunda. Ahamdulillah temenku dapet majikan yg baik, jd ga ngalamin hal buruk ky di berita2 itu.
Saya cuma bisa mendoakan mereka saja mak :)
BalasHapusDoa juga udah cukup menjadi dukungan bagi mereka Mak Yulia ^_^
Hapusdulu saya ga gitu peduli soal BMI mbak. tp pas pindah ke madiun baru terbuka mata bahwa sebagian orang masih menggantungkan diri pada lapangan kerja di LN. yang memang butuh ya mau gimana lagi. mirisnya ada yang seperti terjerat. kembali lagi kembali lagi. bekerja di DN tidak betah lalu pergi lagi.
BalasHapusada yang meninggalkan suami, anak-anak. kasihan para nenek-kakek ngasuh cucu-cucu mereka.
andai ah andai saja bekerja di DN bisa cukup dan hati bisa nrimo rasanya tak perlu begitu.
Selama kerja di radio aku sering interaksi sama para calon BMI ini Mak Diah. Kebanyakan yg udah pernah ke LN lewat jalur ini suka kembali ke luar stlh masa kerja selesai, karena spti yg pernah aku dengar, mereka lebih senang di luar krna selain gaji yg lumayan, segala fasilitas ada, ga minim ky di sini. Wallahu a'lam.
HapusAda tetangga saya di kampung yang jadi TKW di Hongkong. Yang membuat miris, ketika si istri ini berjuang keras bekerja sampai bertahun-tahun lamanya, si suami malah selingkuh dengan perempuan lain yang juga satu kampung sampai punya anak....pakai duit si istri.
BalasHapusKejadian seperti itu jg sering sy denger Mak. Yg dirantau banting tulang, yg dirumah menghabiskan uang. Semoga bisa menjadi pelajaran buat kita semua ya Mak. Trimakasih sdh mampir ^_^
Hapusaamiin...berkahnya bisa sambung silaturahmi sama teman SMP
BalasHapusradio yang itu kan??yang dulu aku ikut siaran???hehehehe..
Yupz, betul sayyy :D
HapusAmin. Tekatnya kuat ya Mak. Kerja terus di luar negeri demi menjadi tulang punggung keluarga. Semoga diberi kemudahan :)
BalasHapusIya Mak Rizka, ga nyangka banget. Soalnya dulu anaknya pendiam dan ga banyak tingkah. Manislah. Tapi mungkin keadaan yg membuat tekatnya sekuat itu.
HapusAamiin3x ^_^
Aku kira tadinya kita membahas heni yg sama mak..kayakny ternyata beda..saya juga lagi nulis tentang TKI bernama Heni juga
BalasHapusHehe, ini temen SMP sy Mak, dari Ponorogo. Kalo Mak Dian nulis Heni yg mana ya?
HapusSaya juga punya kisah mantan TKW yang mau saya tulis. Kisah2 spt ini sangat menginspirasi :-)
BalasHapusIya Mak Leyla. Banyak cerita tentang buruh migran. Kota sy kebetulan salah satu kantong TKI terbanyak di negara kita. Banyak yg sukses mengembangkan modal yg didapat dr LN, tp tak sedikit juga yg habis hanya buat bikin rumah dan hidup sehari2.
HapusSemoga sukses tulisannya ya mak Leyla. Semangaatt!!
senengnya bisa ketemu temen lama yh mak. salut juga sama temennya.
BalasHapusIya Mak Sri. Senang sekaligus ada sedihnya juga :(
Hapusaamiin. Semoga harapannya terwujud
BalasHapusAamiin.
HapusMakasih Mak Myra ^_^
Ditempat saya, bbrp juga sprti heni mbak. Tapi kalau saya perhatiin...menang sih di LN gaji tinggi...tapi setelah sampai INdonesia...kok banyak yang langsung habis lagi juga ya...trus balik ke LN...begitu seterusnya. Tapi ada juga sih bbrp yang bisa ngumpulin gaji, trus buat modal usaha stlh balik. Btw, smoga heni termasuk TKi yang pinter ngelola gaji ya...
BalasHapusIya Mbak. Di sini pun jg banyak yg gitu, uang yg didapat kebanyakan untuk bikin rumah, trus balik ke LN lagi. Tapi ada jg yg kerja ke LN yg niatnya buat cari modal. Jadi, pulang langsung bikin usaha dan Alhamdulillah berhasil.
HapusAamiin, makasih doanya Bunda Raka ^_^
mba, tullisannya ngga diikutkan ke lomba blog buruh migran di blogdetik? ikutkan aja...tapi harus punya paspor kayanya..
BalasHapusHehehe, pengen diikutkan tapi belum punya paspor Mak Kania. Kalo ga salah udah DL jg.
HapusTerharu mbak baca tulisannya...sepertinya memang begitu, banyak yang beranggapan dengan pergi ke luar negeri, jadi buruh migran akan mengangkat keluarganya dari jurang kemiskinan padahal kenyataannya berjuang di luar negeri tidak semanis dalam impian...ah semoga pemerintah kita lebih tanggap terhadap kesenjangan sosial agar mereka2 bekerja di negara sendiri saja...
BalasHapusBetul Mbak. Kebanyakan yg dilihat adalah nominal yg didapat yg lebih besa dr penghasilan di negeri sendiri, tanpa tahu gimana kerasnya para BMI banting tulang yg kdg tidak kenal waktu.
HapusAamiin, semoga saja.
Itulah.. Saya ikutan sedih di paragraf-paragraf akhir..hiks..
BalasHapusUntuk yang sering sekali mengeluhkan pekerjaannya, sepertinya masih belum sadar bahwa masih banyak orang yang lebih buruk keadaannya dibanding dirinya. Saya ikut mendoakan saudara-saudara kita, niat baiknya semoga berbuah ranum dan berkah..
Betul Mbak Irly. Bertemu sahabat ini 'menampar' saya, bahawa kita harus lebih banyak bersyukur.
HapusAamiin ya Robb
Aku salut banget lo mba dengan orang yang berani mencari nafkah di luar negeri. Sungguh orang2 yang pemberani. Aku jangankan cari nafkah dibiayain sekolah di luar negeri belum tentu berani
BalasHapusBetul Mbak. Mental mereka bener2 tangguh dan kuat. Kalah deh kita2 ini :D. Yg pasti banyak pelajaran yg bisa diambil dari perjuangan mereka.
HapusAmin..semoga heni menjadi sukses ya mak
BalasHapusAamiin... Makasih doanya Mak Lis ^_^
Hapus