Ini
adalah cerita kenekatan saya dan beberapa teman ikut lomba yang berujung dapat murka.
Saat
itu kami kelas 3 Aliyah. Suatu hari, kami menemukan info lomba mading tingkat
SMA/sederajat di koran Jawa Pos. Tahu Jawa Pos kan? Salah satu koran nasional
berbasis di Surabaya ini menjadi koran langganan pesantren tempat kami belajar.
Begitu
tahu soal info lomba ini, otak saya langsung bekerja. Wow! Menarik ini, pikir
saya. Kapan lagi bisa ikut lomba koran nasional kalau tidak sekarang. Apalagi
masa jabatan kami sebagai pengurus OSWAH (semacam OSIS –red) tinggal menghitung
hari. Setelah ini, kami bakal disibukkan dengan persiapan ujian kelulusan. Tak
sabar, kami infokan ke beberapa teman yang pernah jadi redaktur mading tentang
info lomba ini. Dan semuanya satu pemikiran: harus ikut!
Singkat
cerita, terbentuklah redaktur mading dadakan buat lomba tersebut. Semua
berjumlah 10 orang dan merupakan orang-orang terbaik di bidangnya. Ada yang
jadi jurnalis, illustrator, dan lay outer. Semua lengkap.
Karena
keterbatasan dana dan bahan mading, maka diputuskan dekor mading bertema alam.
Jadi, saat sore kami ijin keluar asrama. Kami menyusuri jalanan kampung buat leles
alias memungut apa saja yang jatuh dari pohon di pinggir jalan. Ada
rupa-rupa biji –seperti biji asam, ada ranting-ranting kering, daun beraneka
bentuk, dan masih banyak lagi. Ini bukan kreatif, tapi kere aktif :D
Saat
ditanya oleh penduduk setempat, kami cuma bisa mesem malu-malu. Mungkin mereka heran,
ini anak santri cantik-cantik kok mungut sampah, hahahaha!
Kami
mengerjakan mading di sela-sela kegiatan pesantren. Beberapa malam kami lembur
dan mengorbankan jam belajar malam guna mengejar deadline lomba. Tak
lupa, kami minta ijin ikut lomba tersebut kepada salah satu Ustadz senior.
Alhamdulillah, beliau memberi lampu hijau.
Sehari
menjelang pengiriman mading ke Surabaya, kabar buruk kami terima. Kami tidak
diijinkan ikut lomba oleh pimpinan pesantren. Duh, bagaimana ini? Masa mimpi
ini harus terkubur begitu saja? *hallah :P.
Saya
ingat, malam itu malam Jum’at. Saya dan salah satu teman mondar-mandir ke
bagian pengasuhan santri berusaha merayu Ustadzah supaya dapat ijin. Mungkin
Ustadzah kasihan melihat kami. Apalagi beliau tahu kami sudah berhari-hari lembur.
Akhirnya, kami diijinkan mengirim mading melalui pos. Alhamdulillah.
Dengan
bekal ijin itu, Jum’at paginya, saya bersama Yana dan Irma Elly pergi ke kota. Pesantren kami berjarak sekitar 17 km dari pusat kota Ponorogo. Tapi tujuan kami bukan
ke kantor pos melainkan ke terminal untuk pergi Surabaya. Ya, kami bertiga –mewakili
tim redaksi- nekat mengantar langsung mading hasil kerja keras kami ke Graha
Pena Surabaya; kantornya Jawa Pos. Tentu tanpa sepengetahuan Ustadzah yang memberi
ijin, apalagi pimpinan pesantren hihihi! Kebetulan Yana berasal dari Surabaya, sementara
Irma dari Sidoarjo. Jadi keduanya tahu rutenya.
Sepanjang
perjalanan dari Ponorogo hingga Surabaya, saya mabuk terus. Entah berapa kali. Tahu-tahu,
kami tiba terminal Bungurasih Surabaya saat sore. Kami langsung menuju rumah
Yana di kawasan IAIN.
Malamnya,
diantar ayahnya Yana, kami bertiga menuju Graha Pena. Konyolnya, begitu keluar
dari mobil, saya muntah lagi. Rupanya efek mabuk belum hilang. Untung parkiran
sedang sepi jadi tidak ada yang melihat saya.
Sebagai
anak ndeso yang baru pertama
masuk ke dapur koran, saya cukup nggumun dengan suasana kantor redaksi Jawa
Pos. Kerenlah pokoknya. Kami disambut mas-mas wartawan dan dibawa ke sebuah
ruangan. Di sana sudah banyak mading yang terkumpul dan semuanya bagus-bagus.
Kami jadi minder. Setelah difoto oleh mas wartawan kami pamit pulang.
Singkat
cerita, kami kembali ke pesantren setelah dua malam kabur (ssttt jangan ditiru
ya adik-adik :v). Hidup kembali normal seperti biasa. Tapi dalam hati kami juga
was-was. Was-was kalau-kalau kami lolos lomba itu dan kami bakal ketahuan
kabur. Baru kali ini ikut lomba tapi tak berharap menang, huhuhu!
Hingga
akhirnya, hari pengumuman itu tiba. Nama sekolah kami terpampang nyata masuk 10
besar, berada di urutan kedua. Kabar gembira itu segera tersebar di kalangan
teman-teman. Bangga, haru, campur senang. Anak pesantren yang konon kuper karena
terkungkung di balik tembok asrama, bisa juga nyantol di lomba keren itu.
Tapi,
euphoria itu hanya sebentar karena rasa takut segera menghantui kami. Dan
ketakutan itu kemudian terbukti. Malam harinya, saya dan Yana dipanggil
pimpinan pesantren. Bukan di kantor atau di ruang tertutup tapi di depan pendopo.
Di tempat terbuka itu, kami berdua ndeprok di lantai pendopo jadi
pesakitan. Santri kelas tertinggi dimarahi di depan umum. Adik-adik kelas yang lalu
lalang tak luput menatap kami; entah kasihan entah ikut menyalahkan.
Tak
cukup sampai di situ. Berikutnya, giliran Ustadz senior yang mengadili kami.
Kali ini bertiga dengan Irma. Lagi-lagi di depan umum, di depan kantor
administrasi. Duh Gusti, lengkap sudah penderitaan ini, ihicks. Tapi saya yakin
bukan hanya kami bertiga yang kena semprot. Ustadzah yang memberi ijin kami pun
pasti dapat jatah pula. Duuh, maafkan kami ya, Ustadzah :(.
Lepas
dari rasa malu itu, sejujurnya kami terutama saya bangga. Jerih payah dan
kreatifitas dengan segala keterbatasan kami ternyata membuahkan hasil yang tak
terduga. Sampah-sampah kering hasil leles itu mengantarkan kami jadi
finalis kedua. Sungguh tak disangka. Entah bagaimana kelanjutan lomba itu,
karena seharusnya finalis ke Surabaya. Sementara kami tidak melanjutkan lagi.
Kini,
berbilang tahun berikutnya, setiap kami –saya, Yana, dan Irma- telponan dan
mengingat kejadian kabur itu, kami selalu ngakak. Tak ada sesal dan dendam. Tak
apalah hanya kami bertiga yang mendapat murka, yang penting impian 10 orang
nekat itu bisa terwujud.
Sampai
kapanpun, kisah ini akan selalu bikin kami tertawa dan jadi bekal cerita buat
anak cucu nanti :D.
*******************************
Tulisan
ini diikutsertakan dalam GIVEAWAY NOSTALGIA PUTIH-ABU
Wah wah nekat tenan mbak. Hukumannya mabuk berkali2 ya.
BalasHapusHehehe
HapusKalo mabuk itu bukan hukuman bak. Aku emang anggota pemabuk kelas berat. Kalo naik bis selalu gt :D
Akhirnya MakSist turun gunung buat ikut GA..hahah
BalasHapusSeru yaa.. contoh tekad kuat nih..tinggal diperkuat merayunya aja biar gak bolos kalau ada yang mau nyontoh ^^
Ahihihihi! Baru balik nyawa ngeblognya MakSist :D
HapusBisa, bisa. Asal jgn ditiru kaburnya ya hehehe
ckckckckckck.....itulah rasanya diadili di pendopo,belum pernah kan???anak rajin sih..aku dong sering,sama iin pula wkwkwkwkwk
BalasHapusiin yang mana ya mba?? hahahahahaha
Hapustapi be te we aq g' pernah tau lho cerita ini,.. :D :D
Kalo dihukum udabbir ane juga pernah kelless. Ini yg murka Ibunda je huhuhu
HapusKereeeeenn bgt mbak ceritanya. Aku bacanya sambil ngebayangin saat kabur dua malam itu. Hihihi....bakalan jadi cerita tersendiri ke anak cucu nanti.
BalasHapusHihihi, jangan ikutan kabur aja ya Mbak :P
HapusKok bisa mbak ngabur dua malam tanpa ketahuan? Pihak pesantren tahunya mudik pulang ke rumah, gitu..?
BalasHapusAlhamdulillah hasil konspirasi teman2 juga Mbak hihihi. Kan demi kepentingan bersama xoxoxoxo
HapusKeeeeereenn masa aliyahnya ya mak Vhoy... Menantang... Hihihihi
BalasHapusHihihi, makacih Manda Prima ^_^
HapusBtw kenapa sih mba pimpinan pesantren ga ksh izin? Inikan lomba bgs ya utk nama baik sekolah juga..
BalasHapusBeliau ada pertimbangan sendiri Mbak :). Sy agak lupa yg beliau katakan. Ingetnya ndeprok diliatin banyak orang huhuhuhu
HapusBanyak cerita ketika memakai seragam putih abu2 yang membekas hingga kini ya Mba.. Kalo diingat2 bikin kita tersenyum mengenangnya..
BalasHapusHehehe, iya Mak Rita. Banyak bgt kenangan yg bikin mesam mesem sendiri :D
HapusMenarik Mbak Pengalamannya. Saya suka cerita ini. Moga menang ya :D
BalasHapusTapi saya merasa tidak suka ketika pihak pesantren tidak menghargai sebuah kreativitas. Apa yg Mbak lakukan adalah wajar. Saya heran kenapa pihak pimpinan pesantren tidak mengijinkan? Bagaimana pesantren mau maju klo kayak gitu...Klo saya diposisi Mbak, saya akan melakukan aksi nekad yg sama. Tosss ;)
Aku hargai usaha mbak. Good luck :D
Hehehe, pimpinan ada pertimbangan sendiri Mbak Rinta.
HapusGpp, yg penting nekatnya berhasil. Coba kalo hasilnya ga lolos. Udah dimarahi, ga nyantol pulak hihihi. Mesti tambah disalahin xoxoxo
Itu lomba mading yg diadain Deteksi kah Mbak?
BalasHapusWah, sayang ya nggak lanjut, tapi udah sbg finalis artinya emang cukup keren donk madingngnya :D
keluargahamsa(dot)com
Hehehe, iya Mbak. Itu awal2 munculnya rubrik Deteksi.
HapusMbak April ikut juga kah?
Nggak pernah ikutan Mbak hehe
Hapuspoin perjuangannya dapet, hebat bisa masuk finalis mbak :)
BalasHapustapi yang disayangkan dari kisah ini tentu pihak pesantrennya ya
Hehehehe
Hapuswih seruuuu ini mah, aku pasti juga melakukan hal tersebut.peluang jangan ditinggalkan
BalasHapusGood story...hehehe...aku suka 'nakal' yg begini :)
BalasHapusNakal tanda kutip ya Mak hihihi
Hapusceritanya bagus ...smoga menang ya...
BalasHapusMakacih Maakk *ketjup
HapusHehehe lucu dan kocak yaa masa2 sma itu. Penuh dengan hal2 tak terduga
BalasHapusIpehalena(dot)blogspot(dot)com
Hehehe, yups bener. Mak Ipeh pasti juga ngalami hal konyol kan ya :D
HapusPerjuangannya kereeenn.. Kalau saya jd ustadznya, setelah tau anak didik kita dpt juara 2, saya akan mendukung ke jenjang selanjutnya. :)
BalasHapusTapi mungkin ustadz2 punya pertimbangan lain ya mba? ^_^
Hehehe, makacih Mbak.
HapusIyes, ada pertimbangan yg beliau lebih memahami :D
2 malam kabur gak ketahuan ya? Apa guru2nya tdk mengabsen atau menyadari kalo 3 santrinya raib?
BalasHapusTiap pelajaran ada absennya juga kok Mak. Tp teman2 di kelas dan di asrama pada kompak jd ga ketahuan hihihi
Hapushehehe nakal2 pintar ga apa ya mak....sy dulu jg nakal2 pintar :D
BalasHapusHehehehe toss Maakk :D
Hapussaya sih banyakan kisah termehek mehek ama cowok kalau pas sma hahahaha
BalasHapusKalo sy malah ga ada Mak, secara di asrama cuma cewek hahahaha
HapusBener2 nekat. Ya lumayan pengalaman kabur #eh masuk finalis mading
BalasHapusHehehehe
HapusIkut lomba tak berharap menang, tapi dinyatakan sebagai urutan ke-2 dalam 10 besar itu bagaimana rasanya, Mbak? hihi beda yaa, kalau mengharapkan juara 1 tapi malah jadi yang ke-2
BalasHapusRasanya was-was hahahaha
Hapuszaman putih abu2 memang penuh kenangan, jiw amuda bis abikin kita nekad, tapi saya mah gak berani mbak soale dipantau ortu ehhe
BalasHapusHehehehe
HapusLama aku gak mampir ya, maaf banget Vhoy. Wah ikutan lomba tapi perjuangannya berat banget. Udah muntah masih kena murka di depan orang banyak duuhhh
BalasHapusTapi jadi kenangan manis sekarang ya, jadi hiburan sama teman2 yg menjalani nasib sama, hehe
Heheh, gpp Bunda ;)
HapusIya, ga bakal terlupakan pokoknya hihihi
Lama aku gak mampir ya, maaf banget Vhoy. Wah ikutan lomba tapi perjuangannya berat banget. Udah muntah masih kena murka di depan orang banyak duuhhh
BalasHapusTapi jadi kenangan manis sekarang ya, jadi hiburan sama teman2 yg menjalani nasib sama, hehe
KEREN. Sampe rela kabur dari pondok demi ngejar prestasi. Dan ternyata beneran menang! Emang bener ya, semua usaha pasti ada hasilnya :DD
BalasHapusHehehe
HapusHahahaa.. Lucu banget ini, kenangan masa SMA mah lucu dan selalu bikin senyum senyum sendiri kalau di kenang hihih
BalasHapusIya Mbak, kalo inget ketawa sendiri hihi
Hapushebat, cukup menginspirasi nih! nekad-nekadan jadi juara 2 yak?
BalasHapusberani berjuang itu keren! :)
Hhehehe, makaciih ^_^! Belum jadi juara sebenarnya, karena masih ada tahap berikutnya. Tapi kami ga lanjut gegara dapat murka itu hihihi
Hapussaya baru tau mba Vhoy anak pesantren :-)
BalasHapusIni anak santri bandel Mbaakk. Jgn dicertain ke anaknya ya, ahahahaha
HapusWahaha nekad sekali sampe dua malam kabur, aku dulu di sekolah biasa sih mbak, tapi gak pernah bolos, aku kan anak rajin hahaha
BalasHapusAhahahaha!
HapusDuh, jadi malu sama anak rajin xixixi
kenangan yang sangat berkesan yah Mbak :)
BalasHapussuka sama ceritanya,goodluck lombanya yah Mbak Vhoy :)
Hehehe, makacih Mbak ^_^
Hapusterbayang bagaimana deg-degan dan malunya, kalau didudung malah gak jadi pengalaman yang berkesan,hehee
BalasHapusJgn dibayangin Maaak, tambah isin aku huhuhu
HapusBarakallah Mba...
BalasHapushihi. aku mbayangin waktu diadili di pesantren... ditakzir ga mba? :P
Alhamdulillah perjuangannya membuahkan hasil ^^
oia, terimakasih sudah ikut GA saya.. good luck!
takzirnya ya diomelin di dpn umum itu Mbaak hihihi
HapusMakacih ya Mbak ^_^
SMA emang masa-masa yang paling indah ya mba.. jadi kangen masa itu.. :D
BalasHapusPengalaman zaman SMA memang susah dilupain ya mba.. apalagi acara kabur dari pondok segala hihi. Tapi demi mengejar sebuah prestasi, halangan apapun ditebas :D. Salut !
BalasHapusPengalaman zaman SMA memang susah dilupain ya mba.. apalagi acara kabur dari pondok segala hihi. Tapi demi mengejar sebuah prestasi, halangan apapun ditebas :D. Salut !
BalasHapusAlasannya apa kok tidak diperbolehkan ikut lomba, padahal kalau menang kayak gitu kan bisa membanggakan pesantrennya juga kan...
BalasHapusMacam-macam saja kisah dalam perlombaan itu, ya...
BalasHapusUntuk diingat kembali apalagi