Kamis, 03 September 2015

Pelajaran Berharga dari Seorang Tyson


Pagi ini, saya lagi buka-buka blog dan BW di dekat ibu saya yang sedang nonton TV. Ibu saya memutar NET. TV yang menayangkan Celebrity LipSync Combat yang dipandu oleh Ananda Omesh.  

Awalnya saya masih fokus ke lepi hingga hingga Omesh memanggil salah satu peserta lip-syinc. Tyson Lynch, bule suami artis Melanie Ricardo. Tahu kan ya?

Saya tertarik memelototi TV karena Tyson menegur Omesh menyebut negara asalnya Tyson, Australia dengan Australi saja, tanpa –a.

Kurang lebih Omesh bilang begini (saya tidak ingat persis):

“Peserta pertama, Tyson Lynch dari Australi”.

Begitu Tyson muncul ke panggung, Tyson langsung menegur Omesh.

“Bukan Australi tapi Australia. Kan Indonesia bukan Indonesi. Ini NET TV harus jadi pelopor memberikan contoh yang bagus”.

Begitu kira-kira yang dibilang Tyson ke Omesh dengan logat bulenya.

Sementara Omesh, yang tidak mengira reaksi Tyson sedemian rupa, hanya bisa diam dan mengiyakan kata-kata Tyson. Bisa jadi dia kaget. Tapi karena tuntutan TV yang mengharuskan dia stay cool dalam posisi apapun dan penguasaan panggungnya memang oke, tetap membuatnya terlihat tenang.


Menurut saya, ini sebuah tamparan keras untuk seorang presenter TV sekelas Ananda Omesh. Apalagi bagian ini tidak diedit atau dihapus, tapi tetap ditayangkan (ini bukan tayangan live).  Ditambah pula yang melakukan peneguran ini adalah bule warga negara yang disebut dengan cara kurang lengkap tadi.

Tapi saya setuju dengan apa yang dilakukan oleh Tyson. Dia menegur dan membetulkan yang salah. Bisa menjadi pelajaran bagi (artis dan selebriti) yang lain. Saya (dan kita semua) pun rasanya akan bereaksi sama ketika ada orang menyebut Indonesia dengan Indonesi saja.

Dan penekanan Tyson saat menyebut NET. TV saya kira bukan tanpa pertimbangan. Meski dibilang anak baru di industri media elektronika, namun NET. TV mampu menunjukkan kelas yang berbeda dibanding stasiun TV lainnya. Dan bisa jadi itu pula yang dilihat oleh Tyson hingga dia melakukan peneguran tadi.

Masalah penyebutan kata yang kurang pas dan bahkan salah sebenarnya bukan hanya dialami oleh Omesh. Karena selain Omesh, ada pula artis lain yang menyebut Australia tanpa –a. Dan mungkin Omesh saja yang kejatuhan sial hingga ditegur saat syuting berlangsung.

Beberapa kali pula saya temui (eh lihat) artis kurang tepat menyebut suatu kata (ketahuan suka nonton infotainment XD). Salah satu yang paling sering adalah kata entertainment. Saat sedang diwawancarai, banyak artis menyebut kata tersebut dengan kata entertain saja. Padahal arti dan pemakaiannya jelas berbeda.

“ Saya bla bla bla di dunia entertain bal bla bla .....”

Padahal seharusnya “ Saya bla bla bla di dunia entertainment bal bla bla .....”

Memprihatinkan memang melihat fenomena ini. Karena bagaimanapun mereka public figure yang mau tidak mau menjadi role model pagi para penggemarnya. Terutama artis muda yang fansnya kebanyakan dari kalangan remaja.

Bukan tidak mungkin para fans mengikuti apapun yang ditunjukkan oleh idolanya, termasuk bahasanya. Tapi kalau yang ditiru sesuatu yang kurang pas atau tidak tepat tentu bukan hal yang bisa diterima.  

Bukan berarti artis tidak boleh salah ngomong. Ada kok artis yang mengalami slip of the tongue alias keseleo lidah. Tapi tidak  berarti boleh terus-terusan salah ya.

Namun tidak semua artis digebyah uyah seperti itu ya. Ada juga artis yang cara ngomongnya bagus. Terutama dari kalangan presenter. Sarah Sechan, Indy Barrendz, dan Dedy Corbuzier adalah sebagian nama yang tata bahasanya bagus menurut saya. Tidak alay dan lebay tapi tetap bisa menarik minat pemirsa.

Harapan saya, mudah-mudahan segmen teguran Tyson terhadap Omesh tadi juga bisa disaksikan oleh artis atau public figure lainnya. Supaya menjadi pelajaran agar lebih berhati-hati dan lebih tepat dalam menggunakan kosakata dan bahasa. Karena lagi-lagi, kualitas orang dinilai pertama kali dari bahasanya.

Semoga.


post signature

Rabu, 02 September 2015

Jadilah Seseorang yang Dirindukan


Tulisan ini terinspirasi dari obrolan saya dengan sahabat saya beberapa waktu yang lalu. Sahabat saya ini bekerja di poli fisioterapi rumah sakit milik pemda Ponorogo. Dia cerita tentang salah satu rekan kerjanya yang dalam satu hari bisa dapat pasien visit 3 kali lebih banyak darinya.

Pasien visit itu pasien yang perawatannya dilakukan di rumah. Jadi, setelah jam kerja di rumah sakit selesai, para pegawai rumah sakit bisa cari tambahan dengan melakukan visit ke rumah pasien yang minta diterapi atau dirawat di rumah. 

Singkat cerita, sahabat saya ini penasaran. Kenapa banyak orang yang ingin diterapi rekannya ini. Untuk lebih gampangnya, kita sebut saja si rekan kerja ini Mawar si A.

Dari segi profesionalitas in shaa Allah sahabat saya tidak kalah. Sama-sama disiplin dan bagus etos kerjanya.  Namun memang dari segi masa kerja, A  bisa dibilang golongan senior yang pengalamannya tentu saja lebih banyak darinya yang baru beberapa tahun bekerja.

Di sisi lain, bila dilihat dari ketelatenannya, sahabat saya bilang dia dia tidak jelek. Bahkan menurutnya, dia lebih telaten. Dalam latihan fisik misalnya, jika waktu yang dibutuhkan satu jam, maka satu jam itu sahabat saya akan melakukan terapi fisik yang dibutuhkan. Dan itu juga sudah diakui oleh beberapa pasien visit-nya. Sementara A melakukan hal yang sama sekitar 30 menit saja. Selebihnya memberi instruksi ke pasien untuk latihan ini dan itu sendiri setelah diterapi.

Saking penasarannya, sahabat saya ini memberanikan diri bertanya resep yang dimiliki A ini. Untungnya, A termasuk orang yang tidak pelit ilmu dan pelit resep :D.

Nasihat dari A sederhana saja tapi cukup makjleb dan bikin mikir. Apa katanya?

“Jadilah seorang fisioterapis yang dirindukan pasien”.

Caranya?
Jalinlah komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya. Yang paling utama tentu pasiennya.

A kemudian bercerita, dia suka ngajak pasiennya ngobrol dan guyon. Dan itu menjadi kuncinya. Pasien tidak suka hanya dilatih meski secara prosedural latihannya benar. Pasien butuh lebih dari itu: komunikasi yang baik dan motivasi.

Jadi, latihan fisik 30 menit cukup. Setelah itu, beri instruksi latihan yang bisa dilakukan pasien sendiri. Selebihnya, ajak pasien ngobrol tentang hal-hal yang disukai dan membuatnya semangat. Karena obat paling mujarab bukan resep dokter, tapi motivasi dan hal-hal yang membuat bahagia.  Yang perlu digaris bawahi, TIDAK BOLEH TERKESAN MENGGURUI.

Dan itu terbukti.

Suatu hari, karena A mengalami kecelakaan, sahabat saya diminta menggantikannya visit ke pasien selama beberapa kali. Si pasien seorang laki-laki sepuh dan mengalami stroke.  Begitu A sembuh, pasien minta A yang melatih kembali.

Kenapa?

Istri pasien tersebut bilang ke sahabat saya, kalau Bapak (suaminya) lebih senang diterapi A. Bukan berarti sahabat saya tidak bagus cara terapinya. Bahkan si ibu ini mengakui sahabat saya jauh lebih telaten untuk urusan latihan fisik.

Tap Bapak merasa lebih sreg dengan si A. Hal ini bisa dimengerti karena latihan fisiknya banyak skin to skin. Terapis harus menopang dan memegang tubuh pasien. Karena sahabat saya perempuan, si pasien tidak terlalu lepas menjalani terapi.

Selain karena sama-sama lelaki, A juga pintar ngajak ngobrol Bapak. Dan itu membuat Bapak senang sekaligus nyaman, begitu kira-kira yang dibilang si ibu itu.

A juga menambahkan, bila kita sudah bisa mengambil hati dan dirindukan orang, in shaa Allah kita tetap akan dicari dan ditunggu meski ada pengganti. Karena orang itu telah menaruh kepercayaan besar ke kita. Jadi wajar, bila A bisa dapat pasien lebih banyak dari sahabat saya.
 
Dari sharing pengalaman A tadi, saya dan sahabat saya kemudian sepakat untuk punya satu tekat yang sama: harus menjadi orang yang dirindukan apapun profesinya. Bukan hanya dari etos kerja, tapi juga cara berkomunikasi dan sikap kita. Tentu saja semua harus dilakukan dengan tulus. Karena ketulusan itu meski tidak terlihat bisa terasa. Dan bila sudah menjadi orang yang dirindukan dan dipercaya, hanya menjaga kepercayaan itu.

Satu pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman A: ilmu yang tinggi tidak akan punya arti bila kemampuan berkomunikasi dan attitude-nya NOL. Karena bagaimanapun, manusia tetap menjadi objek dari ilmu dan profesi kita.  

Jadi, sudahkah teman-teman menjadi orang yang dirindukan?
Yuuk belajar untuk itu ^_^.

post signature

Senin, 31 Agustus 2015

Kemeriahan Pawai Pembangunan Ponorogo 2015


Masih rajin nulis event yang ada di kampung kelahiran saya nih.

Kemeriahan Agustus ternyata belum berakhir. Jadi, Jum’at tanggal 28 kemarin, masih ada pawai pembangunan. Penyelenggaranya Pemda Ponorogo. Tiap tahun, pawai ini memang tidak pernah absen dari agenda Agustusan. Dan sepertinya ini menjadi event terakhir dari seluruh rangkaian acara di bulan Agustus tahun ini.

Berhubung hari Jum’at ada jadwal les di bimbel tempat saya freelance, maka jadwal yang seharusnya dimulai jam setengah tiga sore dimajukan setelah pulang sekolah. Jadilah, anak-anak dari sekolah langsung ke bimbel. Karena biasanya, bila ada event seperti ini jalanan macet. Lagipula anak-anak pasti merengek pengen nonton (gurunya juga hihihi).

Pawai pembangunan ini rutenya start dari pendopo alun-alun, kemudian ke arah timur melalui Jalan Jendral Soedirman hingga perempatan Jeruksing dekat rumah saya,  belok kiri ke arah Pasar Pon, kemudian Jalan Batoro Kaong lurus ke barat hingga perempatan Tambakbayan, dan berakhir di pendopo alun-alun lagi.

Jam dua siang jalanan sudah mulai ramai saat saya pulang lewat perempatan Jeruksing. Tapi belum ada tanda-tanda kemunculan kendaraan peserta pawai. Hemm, bisa pulang dulu nih, batin saya. Soalnya saya harus bawa pulang lauk buat ibu saya.

Jam tiga kurang, setelah sms tanya posisi Bulik saya yang sudah berangkat duluan nganter anaknya, saya berangkat ke perempatan Jeruksing. Seperti yang saya duga, parade pawai belum sampai sini.

Hampir setengah empat sore raungan sirine mobil polisi terdengar. Artinya kendaraan pawai sudah mendekati jalan tempat saya dan Bulik saya nonton. Bersama`warga lain yang semula duduk-duduk di depan toko orang, kami segera merapat ke jalan.

Pantesan sampai sini sudah sesore ini. Mobil-mobil peserta pawai jalannya sengaja diperlambat, mungkin sekitar 5 s/d 10 km/jam. Tujuannya tidak lain supaya warga bisa melihat dan menikmati pawai ini.

Yang khas dari pawai pembangunan adalah mobil-mobil yang dipakai dihias di sana-sini. Semuanya kreatif. Ada yang bikin model perahu. Ada yang bikin seperti rumah. Dan masih banyak lagi. Para peserta berlomba untuk menampilkan yang terbaik.   

Ada puluhan peserta yang meramaikan pawai pembangunan. Yang saya share di sini hanya sebagian saja. Ada yang dari lembaga pemerintahan, seperti berikut ini.



Lembaga pendidikan pun tak ingin kalah. Sebagian besar SD, SMP, SMA di Ponorogo ikut memeriahkan event tahunan ini.



Selain itu, beberapa perusahaan dan lembaga keuangan yang ada di Ponorogo juga tidak mau ketinggalan.

Satu lagi. Komunitas waria yang ada di kota reyog pun tidak ingin absen dari kemeriahan pawai ini. Mereka berdandan ala putri keraton yang bikin penonton tertawa karena tingkah lucu mereka :D.

Gimana dengan pawai pembangunan di kota teman-teman? Meriah juga kan?

post signature

Pagelaran Kirab Budaya Daerah Ponorogo VIII


Bulan Agustus bisa dibilang salah satu bulan istimewa bagi Kota Ponorogo. Bukan hanya karena ada peringatan tujuhbelasan ya. Tapi, kampung halaman saya ini lagi punya gawe peringatan hari jadinya. Tahun ini, kota reyog ini usianya sudah 519 tahun. Lumayan sepuh memang. Karena kabupaten Ponorogo berdiri saat masih jaman kerajaan dulu.

Bulan istimewa lainnya bagi Ponorogo adalah bulan Muharram atau Syuro. Tapi sekarang saya pengen ngomongin ulang tahunnya saja. Lain kali ngomongin gawe di bulan Syuro yang lebih seru.

Ponorogo ultah tepatnya tanggal 11 Agustus, merujuk pengangkatan Batoro Katong sebagai adipati/bupati pertamanya. Nah, setiap tahun, banyak sekali kegiatan yang diadakan untuk memeriahkan hari jadinya.

Tahun ini pun begitu. Ada pemilihan Thole Gendhuk alias Duta Wisata Cilik, parade reyog yang menghadirkan lebih dari 200 reyog di alun-alun, festival reyog mini, pameran indsutri kecil dan tanaman hias, lomba karawitan pelajar, hingga parade atau kirab budaya.

Sayangnya, hampir semua kegiatannya berlangsung sore hingga malam dan berbenturan dengan jam kerja saya. Jadinya, saya tidak bisa menyaksikan pagelaran istimewa itu, hickzz...

Untungnya (masih merasa beruntung :P), masih ada salah satu kegiatan yang bisa saya ikuti: kirab budaya. Inipun saya bisa nonton gegara memaksakan diri libur demi menemani saudara saya yang lagi mudik XD (padahal dalam hati seneng banget bisa nonton hihihi).

Jadinya, hari Minggu jelang ashar, 9 Agustus lalu, kami meluncur ke Jalan Baru atau Jalan Suromenggolo. Menurut info, parade bakal melewati rute ini. Begitu sampai Jalan Baru, penonton sudah mulai berjubel. Tapi parade yang ditunggu belum muncul-muncul.   

Akhirnya, hampir jam setengah empat parade budaya ini muncul di rute Jalan Baru. Diawali kemunculan perempuan cantik berdandan ala Srikandi kerajaan lengkap dengan kuda sebagai tunggangannya. Disusul barisan pembawa spanduk bertuliskan Gelar Budaya Daerah VIII. Ya, parade ini sudah berlangsung ke-delapan kalinya. Bukan hanya diikuti oleh komunitas seni dan budaya dari dalam kota saja. Ada pula utusan dari beberapa daerah di Jawa Timur.


Seperti tahun ini, perwakilan Probolinggo menampilkan kesenian Jaran Bodhag. Sementara, dari Pulau Madura  menampilkan iring-iringan orang dengan kostum khas Madura.

Sebagian peserta utusan daerah lain
Tak mau kalah dengan utusan daerah lain, komunitas seni dan budaya Ponorogo menampilkan ragam keseniannya. Selain reyog yang jadi kesenian utama, ada iring-iringan tarian masal dari pelajar. Ada pula kesenian gajah-gajahan dan kesenian unta-untaan yang sedang ngehits ini.



Di ujung barisan, ada yang kejutan istimewa dari parade budaya tahun ini. Beberapa peserta tampil dengan kostum ala fashion carnival yang lumayan keren seperti berikut ini.

Kostum ala fashion carnival
Jadi, saya tidak begitu menyesal bela-belain libur ngajar demi kirab budaya ini kan :D.

Sampai jumpa di cerita berikutnya yaa ^_^