Rabu, 23 September 2015

Header Cantik dari Sahabat Baik


Kemarin siang, saat saya ngebut bikin soal latihan ulangan untuk anak-anak, ada pesan masuk di messenger saya. Siapa ya?

Begitu saya buka, ulalaa... Senyum saya langsung mengembang lebar. Ada sebuah gambar cantik bertuliskan Vhoy Syazwana. Warnanya ungu. Pengirimnya sahabat baik saya sejak jaman Aliyah dulu. Kalau anggota KEB pasti tidak asing dengan nama ini: HM Zwan.

Jumat, 18 September 2015

Kebaya



Dulu, bila bicara soal kebaya, yang terlintas di pikiran adalah ibu-ibu, sepuh, kuno, dan ... ketinggalan zaman. Saya pikir itu tidak salah sepenuhnya. Karena sebelum jadi pakaian yang hits seperti sekarang, kebaya hanya dipakai oleh perempuan yang sudah berumur.

Sekali lagi, itu dulu. Sekarang hal tersebut tidak berlaku lagi.

Kenapa?

Rabu, 16 September 2015

Rasanya Naik Ambulans Itu ...


Teman-teman, pernah naik ambulans?
Gimana rasanya?

Ini pengalaman saya  di awal September setahun yang lalu.

Pagi itu, sekitar jam 6, kakak saya telpon ke hape saya. Dia mengabarkan kalau Akung sudah pergi dan saya diminta memberi tahu orang tua dan keluarga di rumah. Sementara jenasah masih di rumah sakit.  

Senin, 14 September 2015

Panggung AKSESI: Dari Pantomim Hingga Parodi


Beberapa hari sebelum puasa Ramadhan lalu (15/6), saya diminta jadi MC untuk acara malam pentas seni penutupan akhir tahun pelajaran. Tapi bukan acara pensi biasa karena konsepnya beda dari pensi biasanya. Kalau pernah nonton pagelaran seni di pesantren modern, seperti itulah sedikit gambarannya.

Oh ya, ternyata saya ngemsi-nya tidak sendiri tapi duet bareng teman lama saya di radio dulu. Jadi, ini semacam reuni kecil buat kami yang dua tahun belakangan tidak pernah ketemu.

Selain kami berdua yang jadi MC untuk pentas seni, sebelumnya ada MC formal dari 4 siswa-siswi dengan menggunakan 4 bahasa: Inggris, Arab, Indonesia, dan Jawa.
MC 4 bahasa (foto pinjam dari sini)

OK, back to the laptop.

Jadi yang bikin acara perpisahan ini adalah sebuah madrasah setingkat SD di kawasan selatan Ponorogo. Namanya MI Al Jihad. Terletak di desa Karanggebang, kecamatan Jetis, Ponorogo.

Lokasinya bisa dibilang agak jauh dari pusat kota Ponorogo. Tapi, MI Al Jihad ini cukup maju dan prestasinya lumayan banyak. Kegiatannya juga beragam, salah satunya ya acara pentas seni ini.

Nama acaranya cukup unik: AKSESI. Kependekan dari Aksi Sejuta Kreasi. Dan konon, pagelaran ini sudah berlangsung dari tahun 2003 lalu.

Bukan tanpa maksud kalau acara ini dinamakan demikian. Karena di acara ini, kreatifitas seluruh elemen madrasah dituangkan *tsaaahh :D. Mulai dari siswa-siswi yang tampil, ustadz dan ustadzahnya, juga para alumninya.

Kenapa alumninya terlibat? Menurut saya ini salah satu yang istimewa. Jadi, meskipun mereka sudah lulus –setahun, dua tahun, atau beberapa tahun yang lalu-, ikatan mereka dengan almamater cukup kuat. Sehingga setiap acara, alumni pasti terlibat di kepanitiaan. Tidak cuma datang, sowan, nonton, pulang, selesai.

Dan, berhubung ulangan kenaikan kelas tahun ini mepet dengan liburan sekolah plus libur puasa, jadi kata salah satu teman saya yang ngajar di sana, persiapan untuk pagelaran ini cukup singkat. Hanya seminggu terhitung dari selesainya UKK anak-anak. Mulai dari latihan, pesiapan kostum, juga persiapan panggung. 

Meski persiapannya kilat dan panggungnya tidak semegah tahun-tahun sebelumnya, hasilnya tidak mengecewakan kok.

Jadi, apa saja yang ditampilkan di pagelaran AKSESI tahun ini?

Banyak.

 
Aneka tarian persembahan siswa-siswi Al Jihad

Ada berbagai macam tarian, hadrah modern, perkusi, puisi, dan fashion show. Ada pula drama, nasyid, pantomim, serta parodi. Semua performer dari siswa-siswi. Tak ketinggalan drum band anak didik  MI Al Jihad juga unjuk penampilan. Semua bagus-bagus.
Atas: perkusi, kiri bawah: nasyid, kanan bawah: puisi.

Tapi penampilan yang paling berkesan menurut saya adalah pantomim dan parodi.

Si performer pantomim lumayan bagus. Gerakan dan ekspresinya cukup lumayan untuk seorang amatir, apalagi usianya masih kecil.
Aksi pantomim

Sementara pertunjukan parodinya berhasil bikin  saya dan penonton tertawa. Dengan judul D’Al Jihad Show, para siswa memparodikan acara D’Academy Show yang saat itu lagi hits di TV.
Parodi D'Al Jihad Show

Ada yang jadi MC menirukan trio MC-nya. Ada yang jadi juri menirukan gaya Rita Sugiarto, Saipul Jamil, dll. Tak ketinggalan si Ma’e alias Soimah. Jargon ‘sukses ya say..’ yang dipopulerkan penyanyi senior Rita Sugiarto juga tidak ketinggalan diucapkan.

Semua pemain total menirukan artis-artis itu. Dan penonton sukses dibikin sakit perut oleh aksi panggung mereka.

Secara keseluruhan pagelaran AKSESI ini cukup sukses dan menghibur. Terbukti penonton baru beranjak dari tempat duduknya saat saya dan teman saya menutup acara.

Sukses terus untuk Al jihad. Semoga tahun depan masih mengundang saya jadi MC ya :D.

post signature

Kamis, 03 September 2015

Pelajaran Berharga dari Seorang Tyson


Pagi ini, saya lagi buka-buka blog dan BW di dekat ibu saya yang sedang nonton TV. Ibu saya memutar NET. TV yang menayangkan Celebrity LipSync Combat yang dipandu oleh Ananda Omesh.  

Awalnya saya masih fokus ke lepi hingga hingga Omesh memanggil salah satu peserta lip-syinc. Tyson Lynch, bule suami artis Melanie Ricardo. Tahu kan ya?

Saya tertarik memelototi TV karena Tyson menegur Omesh menyebut negara asalnya Tyson, Australia dengan Australi saja, tanpa –a.

Kurang lebih Omesh bilang begini (saya tidak ingat persis):

“Peserta pertama, Tyson Lynch dari Australi”.

Begitu Tyson muncul ke panggung, Tyson langsung menegur Omesh.

“Bukan Australi tapi Australia. Kan Indonesia bukan Indonesi. Ini NET TV harus jadi pelopor memberikan contoh yang bagus”.

Begitu kira-kira yang dibilang Tyson ke Omesh dengan logat bulenya.

Sementara Omesh, yang tidak mengira reaksi Tyson sedemian rupa, hanya bisa diam dan mengiyakan kata-kata Tyson. Bisa jadi dia kaget. Tapi karena tuntutan TV yang mengharuskan dia stay cool dalam posisi apapun dan penguasaan panggungnya memang oke, tetap membuatnya terlihat tenang.


Menurut saya, ini sebuah tamparan keras untuk seorang presenter TV sekelas Ananda Omesh. Apalagi bagian ini tidak diedit atau dihapus, tapi tetap ditayangkan (ini bukan tayangan live).  Ditambah pula yang melakukan peneguran ini adalah bule warga negara yang disebut dengan cara kurang lengkap tadi.

Tapi saya setuju dengan apa yang dilakukan oleh Tyson. Dia menegur dan membetulkan yang salah. Bisa menjadi pelajaran bagi (artis dan selebriti) yang lain. Saya (dan kita semua) pun rasanya akan bereaksi sama ketika ada orang menyebut Indonesia dengan Indonesi saja.

Dan penekanan Tyson saat menyebut NET. TV saya kira bukan tanpa pertimbangan. Meski dibilang anak baru di industri media elektronika, namun NET. TV mampu menunjukkan kelas yang berbeda dibanding stasiun TV lainnya. Dan bisa jadi itu pula yang dilihat oleh Tyson hingga dia melakukan peneguran tadi.

Masalah penyebutan kata yang kurang pas dan bahkan salah sebenarnya bukan hanya dialami oleh Omesh. Karena selain Omesh, ada pula artis lain yang menyebut Australia tanpa –a. Dan mungkin Omesh saja yang kejatuhan sial hingga ditegur saat syuting berlangsung.

Beberapa kali pula saya temui (eh lihat) artis kurang tepat menyebut suatu kata (ketahuan suka nonton infotainment XD). Salah satu yang paling sering adalah kata entertainment. Saat sedang diwawancarai, banyak artis menyebut kata tersebut dengan kata entertain saja. Padahal arti dan pemakaiannya jelas berbeda.

“ Saya bla bla bla di dunia entertain bal bla bla .....”

Padahal seharusnya “ Saya bla bla bla di dunia entertainment bal bla bla .....”

Memprihatinkan memang melihat fenomena ini. Karena bagaimanapun mereka public figure yang mau tidak mau menjadi role model pagi para penggemarnya. Terutama artis muda yang fansnya kebanyakan dari kalangan remaja.

Bukan tidak mungkin para fans mengikuti apapun yang ditunjukkan oleh idolanya, termasuk bahasanya. Tapi kalau yang ditiru sesuatu yang kurang pas atau tidak tepat tentu bukan hal yang bisa diterima.  

Bukan berarti artis tidak boleh salah ngomong. Ada kok artis yang mengalami slip of the tongue alias keseleo lidah. Tapi tidak  berarti boleh terus-terusan salah ya.

Namun tidak semua artis digebyah uyah seperti itu ya. Ada juga artis yang cara ngomongnya bagus. Terutama dari kalangan presenter. Sarah Sechan, Indy Barrendz, dan Dedy Corbuzier adalah sebagian nama yang tata bahasanya bagus menurut saya. Tidak alay dan lebay tapi tetap bisa menarik minat pemirsa.

Harapan saya, mudah-mudahan segmen teguran Tyson terhadap Omesh tadi juga bisa disaksikan oleh artis atau public figure lainnya. Supaya menjadi pelajaran agar lebih berhati-hati dan lebih tepat dalam menggunakan kosakata dan bahasa. Karena lagi-lagi, kualitas orang dinilai pertama kali dari bahasanya.

Semoga.


post signature

Rabu, 02 September 2015

Jadilah Seseorang yang Dirindukan


Tulisan ini terinspirasi dari obrolan saya dengan sahabat saya beberapa waktu yang lalu. Sahabat saya ini bekerja di poli fisioterapi rumah sakit milik pemda Ponorogo. Dia cerita tentang salah satu rekan kerjanya yang dalam satu hari bisa dapat pasien visit 3 kali lebih banyak darinya.

Pasien visit itu pasien yang perawatannya dilakukan di rumah. Jadi, setelah jam kerja di rumah sakit selesai, para pegawai rumah sakit bisa cari tambahan dengan melakukan visit ke rumah pasien yang minta diterapi atau dirawat di rumah. 

Singkat cerita, sahabat saya ini penasaran. Kenapa banyak orang yang ingin diterapi rekannya ini. Untuk lebih gampangnya, kita sebut saja si rekan kerja ini Mawar si A.

Dari segi profesionalitas in shaa Allah sahabat saya tidak kalah. Sama-sama disiplin dan bagus etos kerjanya.  Namun memang dari segi masa kerja, A  bisa dibilang golongan senior yang pengalamannya tentu saja lebih banyak darinya yang baru beberapa tahun bekerja.

Di sisi lain, bila dilihat dari ketelatenannya, sahabat saya bilang dia dia tidak jelek. Bahkan menurutnya, dia lebih telaten. Dalam latihan fisik misalnya, jika waktu yang dibutuhkan satu jam, maka satu jam itu sahabat saya akan melakukan terapi fisik yang dibutuhkan. Dan itu juga sudah diakui oleh beberapa pasien visit-nya. Sementara A melakukan hal yang sama sekitar 30 menit saja. Selebihnya memberi instruksi ke pasien untuk latihan ini dan itu sendiri setelah diterapi.

Saking penasarannya, sahabat saya ini memberanikan diri bertanya resep yang dimiliki A ini. Untungnya, A termasuk orang yang tidak pelit ilmu dan pelit resep :D.

Nasihat dari A sederhana saja tapi cukup makjleb dan bikin mikir. Apa katanya?

“Jadilah seorang fisioterapis yang dirindukan pasien”.

Caranya?
Jalinlah komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya. Yang paling utama tentu pasiennya.

A kemudian bercerita, dia suka ngajak pasiennya ngobrol dan guyon. Dan itu menjadi kuncinya. Pasien tidak suka hanya dilatih meski secara prosedural latihannya benar. Pasien butuh lebih dari itu: komunikasi yang baik dan motivasi.

Jadi, latihan fisik 30 menit cukup. Setelah itu, beri instruksi latihan yang bisa dilakukan pasien sendiri. Selebihnya, ajak pasien ngobrol tentang hal-hal yang disukai dan membuatnya semangat. Karena obat paling mujarab bukan resep dokter, tapi motivasi dan hal-hal yang membuat bahagia.  Yang perlu digaris bawahi, TIDAK BOLEH TERKESAN MENGGURUI.

Dan itu terbukti.

Suatu hari, karena A mengalami kecelakaan, sahabat saya diminta menggantikannya visit ke pasien selama beberapa kali. Si pasien seorang laki-laki sepuh dan mengalami stroke.  Begitu A sembuh, pasien minta A yang melatih kembali.

Kenapa?

Istri pasien tersebut bilang ke sahabat saya, kalau Bapak (suaminya) lebih senang diterapi A. Bukan berarti sahabat saya tidak bagus cara terapinya. Bahkan si ibu ini mengakui sahabat saya jauh lebih telaten untuk urusan latihan fisik.

Tap Bapak merasa lebih sreg dengan si A. Hal ini bisa dimengerti karena latihan fisiknya banyak skin to skin. Terapis harus menopang dan memegang tubuh pasien. Karena sahabat saya perempuan, si pasien tidak terlalu lepas menjalani terapi.

Selain karena sama-sama lelaki, A juga pintar ngajak ngobrol Bapak. Dan itu membuat Bapak senang sekaligus nyaman, begitu kira-kira yang dibilang si ibu itu.

A juga menambahkan, bila kita sudah bisa mengambil hati dan dirindukan orang, in shaa Allah kita tetap akan dicari dan ditunggu meski ada pengganti. Karena orang itu telah menaruh kepercayaan besar ke kita. Jadi wajar, bila A bisa dapat pasien lebih banyak dari sahabat saya.
 
Dari sharing pengalaman A tadi, saya dan sahabat saya kemudian sepakat untuk punya satu tekat yang sama: harus menjadi orang yang dirindukan apapun profesinya. Bukan hanya dari etos kerja, tapi juga cara berkomunikasi dan sikap kita. Tentu saja semua harus dilakukan dengan tulus. Karena ketulusan itu meski tidak terlihat bisa terasa. Dan bila sudah menjadi orang yang dirindukan dan dipercaya, hanya menjaga kepercayaan itu.

Satu pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman A: ilmu yang tinggi tidak akan punya arti bila kemampuan berkomunikasi dan attitude-nya NOL. Karena bagaimanapun, manusia tetap menjadi objek dari ilmu dan profesi kita.  

Jadi, sudahkah teman-teman menjadi orang yang dirindukan?
Yuuk belajar untuk itu ^_^.

post signature