Jumat, 26 Februari 2016

Perjuangan Menuju Reuni Syazwana 2016


Di blogpost sebelumnya, saya cerita tentang keberhasilan saya dan teman-teman saya semasa Aliyah mengadakan reuni. Alhamdulillah lancar dan sukses. Tentu semua tak akan terlaksana tanpa kerja keras para panitia dan tuan rumah kece di Kota Jogja.
-------
Baca cerita sebelumnya: Reuni Syazwana 2016
-------
Reuni syazwana 2016

Dan ya, seperti yang saya bilang juga di tulisan sebelumnya, perjuangan kami untuk mewujudkan reuni ini bisa dibilang luar biasa. Terutama perjuangan kami untuk hadir di acara yang telah ditunggu bertahun-tahun lamanya itu.

Rabu, 24 Februari 2016

Reuni Syazwana 2016


Reuni Syazwana 2016

Bulan Januari lalu, akhirnya saya dan teman-teman semasa Aliyah berhasil mengadakan reuni. Setelah 13 tahun berpisah, kesempatan untuk temu kangen itu datang.

Berawal dari celutukan dan obrolan di grup WA kami di bulan Oktober 2015, tercetus untuk segera merealisasikan ide reuni yang telah lama jadi wacana. Setelah beberapa hari centang centing rapat di grup, dihasilkan keputusan bersama: reuni dilaksanakan di kota Jogja tanggal 23-24 Januari 2016.

Kota Jogja dipilih karena posisinya di tengah-tengah. Yang di Jatim nggak terlalu ke barat, yang di Jabar dan Jakarta tidak terlalu jauh perjalanannya ke timur. Meski sebenarnya yang datang bukan hanya dari Pulau Jawa. Tapi juga dari Sumatra, Ambon, Sulawesi, dan Papua.  

Ya, teman-teman Aliyah saya bisa dibilang berasal dari seluruh Indonesia. Kami disatukan di sebuah lembaga pendidikan berbasis agama di kampung halaman saya, Ponorogo.

Fyi, setiap angkatan yang lulus dari almamater kami pasti memiliki nama persatuan. Dan nama persatuan angkatan kami adalah Syazwana. Kok namanya sama? Iya, nama belakang yang saya pakai itu merujuk nama angkatan kelulusan saya, hehehe. 

Sembari memilih lokasi reuni, dibentuklah panitia. Alhamdulillah, ketika diusulkan kota Jogja, teman-teman yang tinggal di kota gudeg itu bersedia ketiban sampur  jadi panitia sekaligus tuan rumah. Yeayyy, makasih Maria, dkk.

Ternyata, perjuangan untuk datang ke reuni luar biasa. Banyak hal terjadi menjelang keberangkatan kami ke Jogja. Nanti bakal saya ceritakan di blogpost berikutnya.

Dan tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Sesuai jadwal dari panitia, kami datang ke kota istimewa itu hari Jum’at, 22 Januri 2015. Saya berangkat dari Ponorogo berdua dengan teman saya, Retno. Kami mengendarai sepeda motor seperti rencana awal kami. Saat itu sebenarnya saya masih kurang fit. Tapi, saya tetap nekat. Momen reuni ini entah kapan bakal ada lagi. Makanya, apapun keadaannya sebisa mungkin diusahakan datang.

Juma’t malam, hampir semua peserta sudah tiba di hotel tempat kami menginap. Senengyaaa ketemu sahabat lama :D. Oh ya, kami menginap di Hotel Sunarko, di Jalan Parangtritis. Sementara, masih ada beberapa yang baru tiba esok paginya.

Reuni kali ini cukup seru buat saya. Karena bukan hanya kami partisipannya. Selain anak-anak dan para suami dari teman-teman saya, anggota keluarga lainnya juga ikut. Ibunya Dwian, Titin, Deank, Tantenya Deank, dan adiknya Santy nggak ingin ketinggalan.

Agenda pertama reuni adalah berwisata ke Pantai Gua Cemara, Bantul. Pantai ini relatif baru. Bukan baru ada pantainya ya. Tapi baru dibuka untuk wisata. Pemandangannya cantik. Cocok bagi yang suka selfie. Cerita detail keindahan Pantai Gua Cemara ini bakal saya tulis terpisah. Tunggu yaa ^_^

Welfie sebelum ke pantai
Welfie dulu sebelum ke pantai. Tapi saya nggak ikut ihicks :(

 
keseruan di bis menuju pantai
Sebagian keriuhan di bis
Di pantai cantik ini, kami mengadakan permainan yang sangat seru. Kami berkumpul di pendopo. Dipimpin oleh Choirun Nisa yang memang jago bikin hidup suasana, semua bergembira. Selesai bermain dan lomba, kami menuju pantai.  
gembira di pantai
Keseruan di pantai Goa Cemara

Puas bermain di pantai, kami melanjutkan perjalanan ke kota. Tujuan kami berikutnya adalah Taman Pintar dan Malioboro. Datang ke Jogja memang kurang lengkap tanpa ngubek-ngubek pusat belanja itu. Setelah capek belanja-belanji, kami balik ke hotel sekitar jam 4 sore. Kami harus menyimpan tenaga karena nanti malam masih ada acara lagi.

Habis isya’, kami berkumpul di aula hotel. Bukan aula sebenarnya. Hanya space luas di depan kamar. Tapi itu sudah cukup buat kami. Yang penting ngumpul bareng. Agendanya saresehan. Kami ngobrol santai membicarakan agenda angkatan yang telah dan akan kami lakukan. 
Suasana saresehan
Suasana saresehan
saresehan Syazwana
Hanya di acara Syazwana, MC on duty sambil momong anak :D -piss Nenk :V
saresehan Syazwana
Ibu Nyai Azmi Nadia, qori'ah andalan Syazwana sepanjang masa ^_^
Momen yang paling mengharukan adalah ketika kami menyanyi lagu mars dan hymne pesantren. Semua larut menghayati syair-syair indah itu. Bahkan saking terharunya, sampai ada yang menangis. Puk puk puk, Hanim :P.

Momen mengharukan berikutnya, ketika selesai saresehan kami saling berjabat tangan dan berpelukan satu sama lain. Saya sudah tidak bisa menahan diri. Nangis mewek setiap memeluk teman-teman saya satu persatu. Inilah saudara-saudara saya. Tidak dilahirkan dari rahim yang sama, tapi cinta kami sama. I love you so so so much, Zwans.

Tapi, ada pula saat yang bikin gelak tawa, yakni saat kami tukar kado. Jauh-jauh hari memang disepakati, saat reuni harus bawa hadiah senilai Rp.10.000,-. Tidak boleh lebih. Dan harus dibungkus koran.
tukar kado
Dapat kado apa?
Maka, saat masing-masing buka kado, kehebohan segera menyeruak. Bagaimana tidak, kado yang diterima macam-macam. Ada yang dapat wadah bumbu, cempal, uang tunai, pulsa, baskom plastik, hingga CD a.k.a underwear! Ups :P. 
tukar kado
Cewek paling kece dapet kado paling kece pula hihihi. Hayoo apa kadonya?? -sensor ya Deaankk
tukar kado
Bankir dapet kado uang. Cocok! :D
tukar kado
Gegara bingung nyari kado, akhirnya dikado pulsa hahaha

Memang ketentuan harga sepuluh ribu rupiah agak menyulitkan teman-teman terutama yang tinggal di Jakarta dan kota besar lainnya. 10 ribu dapat apa? Tapi bagi yang tinggal di kota kecil macam saya dan beberapa lainnya, bisa lebih gampang mencari benda senilai harga tersebut. Termasuk CD sepuluh ribu dapat tiga hahaha!

Namun apapun kado yang kami dapat, kami hepi sehepi-hepinya. Meski formasi tidak lengkap karena sebagian tidak bisa hadir, tapi reuni ini setidaknya mengobati kerinduan kami satu sama lain.

Last but not least, terima kasih banyak buat Maria, Tya, Ida, Lastri, dan Isti yang telah menjamu kami dengan sangat istimewa. Telah bikin reuni yang sangat berkesan. Kalian semua keren –kiss kiss kiss. Terima kasih juga buat para suami panitia dan keluarganya yang selama dua bulan merelakan perempuan-perempuan hebat itu sibuk sendiri demi persiapan menyambut kami.

Semoga kita bisa ketemu lagi di reuni yang akan datang, aamiin. 
post signature

Selasa, 16 Februari 2016

Empat Digit Pertama


Assalamu’alaikum, Sahabat.
Apa kabar?

Musim hujan sepertinya banyak yang drop ya. Seperti saya sendiri beberapa waktu yang lalu. makanya jarang ngeblog *alesyaannn :D. Alhamdulillah, sekarang sudah pulih meski batuk masih menghampiri. Jadi, buat sahabat semua, saya doakan semoga sehat selalu. Kalaupun ada yang diberi nikmat sakit, mudah-mudahan segera diberi kesembuhan ya, aamiin.

13 Februari kemarin bisa jadi salah satu hari bersejarah buat saya. Kenapa? Karena salah satu postingan blog saya tembus 1.000 PV! Horeee!!

Selasa, 09 Februari 2016

Nekat Lomba Berbuah Murka


Ini adalah cerita kenekatan saya dan beberapa teman ikut lomba yang berujung dapat murka.

Saat itu kami kelas 3 Aliyah. Suatu hari, kami menemukan info lomba mading tingkat SMA/sederajat di koran Jawa Pos. Tahu Jawa Pos kan? Salah satu koran nasional berbasis di Surabaya ini menjadi koran langganan pesantren tempat kami belajar.

Selasa, 19 Januari 2016

Serunya Permainan Masa Kecil


Ngomongin masa kecil memang menyenangkan. Banyak kenangan lucu, konyol, bahkan absurd. Kok bisa ya saya dulu seperti itu :D. Tapi di antara semuanya, yang paling seru menurut saya dan sepertinya jarang saya temui di jaman sekarang adalah permainannya.

Saya yakin, hampir semua orang setuju sama saya. Permainan era ’90-an memang mengesankan. Dan bikin kangen buat main lagi. Nah, dari sekian banyak permainan, ada beberapa yang masih melekat kuat di ingatan saya. Baik permianan yang biasa saya mainkan di sekolah maupun di rumah.

Saat di sekolah dasar dulu, saya suka main gobak sodor dan betengan dengan teman-teman sekelas. Gobak sodor semua pasti sudah tahu ya. Kalau betengan itu permainan tim juga. Ada dua tim yang main. Dan jumlahnya harus seimbang. Laki-laki dan perempuan bisa jadi satu tim tanpa khawatir ada something trouble seperti jaman sekarang.

Kebetulan di belakang sekolah ada pekarangan yang sangat luas milik tetangga sekolah. Kami biasa main di situ. Masing-masing tim memilih satu objek untuk dijadikan daerah pertahanan alias beteng (benteng –Bahasa Indonesia). Biasanya kami memilih pohon besar. Jarak beteng antar tim ada sekitar 10 meter, bisa juga lebih. Cara bermainnya seperti perang gerilya itu. Masing-masing dari kami harus bisa merebut beteng lawan. Bagi tim yang berhasil merebut beteng lawan, dialah pemenangnya. Capek memang main betengan ini. Kami harus atur strategi, lari sana sini. Tapi seru!

Kalau di rumah, saya biasa main orang-orangan atau baju-bajuan. Di sini kami menyebutnya wong-wongan. Berasal dari kata Bahasa Jawa wong, yang artinya orang. Permainan ini memang hits banget saat itu. Sepertinya di semua daerah ada ya, dengan nama yang berbeda-beda. Biasanya, saya main sama teman sepermainan di rumah. Kebetulan, saat itu ada beberapa anak perempuan yang sepantaran saya di sekitar rumah. Dan kami sering main bareng.

Untuk main wong-wongan, kami juga melengkapinya dengan bikin rumah dari tanah. Waktu itu banyak halaman rumah yang masih berupa tanah. Dan itu jadi tempat favorit kami buat main. Tidak seperti sekarang, yang hampir semua disemen atau dipasangi paving stone.

Jangan bayangkan seperti bikin rumah-rumahan dari pasir pantai ya. Ini sekedar rumah sederhana. Jadi, kami bikin dinding rumah dari tanah itu. Nanti hasilnya seperti gambar sketsa rumah yang tampak dari atas. Dan rumahnya tanpa atap alias terbuka hehehe! Kami bikin beberapa ruangan seperti ruang tamu, kamar tidur, dan dapur.

Begitu rumah jadi, baru deh kami mulai main peran-peranan dengan wong-wongan yang kami punya. Masing-masing anak bakal memilih nama sendiri buat perannya. Dan kami main sandiwara, ngobrol kesana kemari sesuai peran kami dengan sok ber-Bahasa Indonesia. Kenapa saya bilang sok ber-Bahasa Indonesia padahal lingkungan kami adalah full Jawa? Tujuannya tidak lain dan tidak bukan biar kami keren gitu hehehe!

Kadang, kalau tidak ada teman, saya juga suka main wong-wongan sendiri di rumah. Saya jadi dalangnya karena tidak ada lawan main. Ngomong sendiri, dijawab sendiri, tertawa sendiri –eh bukan orang gila ya hehehe!

Selain main wong-wongan, saya dan teman-teman juga suka main pasar-pasaran. Jadi, salah satu dari kami bakal jadi penjual. Ceritanya, penjual pecel. Pecelnya terbuat dari daun-daun dan bunga yang diiris kecil-kecil. Sementara bumbu kacangnya terbuat dari tanah liat yang dikasih air. Nanti pecel-pecelan itu dibungkus daun.

Nah, untuk beli pecel, pembeli harus menyediakan uang. Uangnya berasal dari daun juga. Masing-masing ada nominalnya. Yang besar 500 rupiah. Yang kecil 100 rupiah. Saya lupa nama daun yang dipakai buat jadi mata uang itu. Karena sekarang di lingkungan saya sudah jarang atau bahkan sudah tidak ada lagi. Tapi, seingat saya, cuma daun itu yang selalu kami jadikan mata uang. Sementara buat masak-masakan selalu pakai dedaunan lainnya.  
Karakter wong-wongan masa kini

Itu tadi beberapa permainan yang dulu sering saya mainkan. Sepertinya, yang masih bertahan sampai sekarang hanya gobak sodor sama wong-wongan saja. Gobak sodor pun sudah jarang yang main karena lahan makin terbatas. Kalau wong-wongan sekarang sudah ada modifikasi tokohnya yang menyesuaikan kartun kesukaan anak jaman sekarang, seperti Putri Sofia dan Boboboi.

Jadi pengen main gobak sodor lagi. Siapa yang mau main sama saya? :D

****************************************
"Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Permainan Masa Kecil yang diselenggarakan oleh  


post signature

Kamis, 14 Januari 2016

Bisakah Seorang Pendiam Berubah?


Saya adalah seorang introvert. Kurang bisa terbuka kepada orang lain. Cenderung menyimpan masalah sendiri. Sepanjang saya bisa mengatasi, maka bakal saya simpan sendiri. Kalau mentok, barulah saya cerita. Itupun sangat pemilih. Tak semua orang bisa menjadi tempat cerita saya. Pun itu sahabat-sahabat saya. Bukan berarti saya tidak percaya. Tapi saya punya pertimbangan sendiri. Si A cocok untuk berbagi cerita ini. Tapi belum tentu bagi si B yang lebih tepat untuk mendengar cerita itu. Buat saya, masing-masing orang memiliki karakter berbeda yang tepat untuk curhatan berbeda pula :D.

Jumat, 01 Januari 2016

Merry dan Leukimia


Melanjutkan postingan saya sebelumnya, sekarang saya akan bercerita tentang sakitnya Merry berdasarkan kisah dari Ustadzah Yuli, pengasuh pesantren tempat Merry mengabdi serta dari suami Merry.

Sekitar lebaran 2015 lalu, Merry sakit batuk. Lumayan lama dan tak sembuh-sembuh meski sudah ke dokter. Merry juga tampak pucat. Tapi Merry tetap semangat bekerja, tak memperlihatkan kalau dia sedang sakit.