Teruntuk
(Calon) Ibu Mertua di manapun Ibu berada
Assalamu’alaikum,
Ibu.
Apa
kabar?
Saya
berdoa, semoga Allah senantiasa melimpahkan keberkahan dan kesehatan untuk Ibu,
aamiin.
Ibu,
sebelum saya melanjutkan tulisan di surat ini, ijinkan saya menggunakan bahasa
‘aku’ agar lebih mudah dan akrab ‘ngobrol’ dengan Ibu melalui surat ini.
Ibu,
sejujurnya aku bingung, saat membaca pengumuman di timeline FB Kumpulan
Emak Blogger (KEB), kalau untuk memperingati Hari Kartini tahun ini, kami, para
anggota KEB, diminta menulis tentang Ibu mertua.
Bagaimana
aku tidak bingung, Ibu. Apa yang harus aku ceritakan tentang Ibu, sementara aku
saja belum menikah dan belum ketemu Ibu. Atau, jangan-jangan kita sudah pernah
ketemu tapi belum/tidak tahu bila suatu saat nanti Allah akan mempertemukan
kita lagi dalam ikatan mertua-menantu? Entahlah, Ibu.
Oh,
iya. Mungkin Ibu juga bingung ya tentang KEB. KEB ini, Ibu, adalah wadah di
mana aku bisa belajar banyak hal, termasuk keberanian menulis surat untuk Ibu
ini. Meski nama kumpulannya adalah Emak, Alhamdulillah, aku dan beberapa sahabat
lain yang juga belum menikah tetap diijinkan bergabung bersama sahabat-sahabat
hebat lainnya, Ibu.
Ibu
yang dirahmati Allah,
Banyak
sekali aku mendengar cerita tentang Ibu mertua dari sahabat-sahabatku. Sebagian
dari mereka mendapat mertua yang super duper baik hati. Perhatian, bahkan
memanjakan menantu perempuannya. Mendengar itu, Ibu, aku ikut bersyukur
sekaligus berdoa, semoga akupun merasakan hal yang sama.
Tapi,
ada pula, Ibu, temanku yang bercerita
tentang ketidakcocokannya dengan sang Ibu mertua. Bahkan ada yang saling
berselisih paham. Entah apa penyebabnya. Dan, di situ, Ibu, kadang aku merasa
sedih :(.
Ibu,
demi mendengar banyak cerita sahabatku, aku belajar banyak hal tentang menantu
dan mertua. Tentang hubungan keduanya, tentang keseharian keduanya, dll dsb.
Dan,
Ibu, sebagaimana perempuan lainnya, aku juga mendambakan sosok Ibu mertua
impian.
Bila
suatu saat nanti aku menjadi menantu Ibu, aku berharap bisa dekat dengan Ibu. Tidak
berjarak, sehingga kita bisa bertukar cerita apa saja. Supaya aku bisa belajar
banyak hal tentang rumah tangga dari Ibu. Pun aku bisa belajar memasak makanan
kesukaan anak lelaki Ibu. Juga belajar dari Ibu untuk lebih mengenal dan
memahami si lelaki yang akan menjadi suamiku.
Atau
mungkin Ibu, sesekali kita bisa menghabiskan waktu bersama untuk sekedar
belanja atau jalan-jalan bersama.
Ibu,
aku pun berdoa semoga Ibu menyayangiku layaknya anak kandungmu. Betapa aku
sering mendengar ada menantu yang disayang sedemikian rupa oleh Ibu mertuanya. Aku
berfikir, betapa bahagianya disayang oleh dua orang ibu; ibu kandung dan ibu
mertua. Maka, nikmat mana lagi yang akan didustakan sang menantu, Ibu?
Jangan
khawatir Ibu. Aku tak meminta Ibu memanjakan aku. Cukuplah itu menjadi tugas
anak lelakimu untuk memanjakan aku dan juga Ibu.
Namun
Ibu, aku mah apa atuh. Begitu mengharap sosok Ibu yang istimewa
tapi tak bercermin aku siapa :(.
Jadi
Ibu, senyampang kita belum ketemu, baiknya aku belajar dulu. Memperbaiki diri
agar pantas menjadi menantumu. Paling tidak, nanti Ibu tidak merasa malu
memiliki menantu seperti aku. Syukur-syukur aku bisa mengikuti jejak
sahabat-sahabatku, yang begitu hebat merebut perhatian dan kasih sayang ibu
mertuanya.
Aku
yakin, anak lelaki Ibu yang sholeh itu juga sedang mempersiapkan diri untuk
menjemputku :D .
Sekian
surat dariku, Ibu. Semoga Allah segera mempertemukan kita dalam ikatan
keluarga, aamiin.
Salam
takzim,
(Calon) menantumu
******************************
Tulisan ini diiuktsertakan dalam #K3BKartinian Postingan Serentak Hari Kartini